Selasa, 17 Januari 2012

Artikel Hukum: SEKILAS PANDANGAN HUKUM KETENAGAKERJAAN


Oleh : Andang Andiwilapa

 Tulisan singkat ini diharap dapat membuka wawasan kita mengenai hukum ketenagakerjaan (d/h Hukum Perburuhan). Apabila kita mempelajari Hukum Ketenagakerjaan seyogyanya  juga harus mempelajari filosofi yang terkandung didalamnya. Hukum Ketenagakerjaan tidak dapat hanya dipahami secara partial tetapi harus dipahami secara holistik untuk mendapat pengertian yang lebih komprehensif.

Sejarah Hukum Ketenagakerjaan
Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia bukanlah suatu produk hukum yang lahir pada saat ini, tetapi  mempunyai riwayat yang begitu panjang, telah melampaui beberapa masa atau zaman, dan di masing-masing zaman-nya Hukum ketenagakerjaan mempunyai dinamikanya masing-masing seturut dengan kondisi saat ini.


Pada Masa Perbudakan
Pada masa ini budak tidak mempunyai hak apapun, bahkan hak atas hidupnya juga tidak. Yang mereka miliki hanya kewajiban semata, kewajiban melakukan pekerjaan,  melaksanakan perintah dan menuruti semua petunjuk dan aturan dari pemilik budak.

Pada Masa Pekerjaan Rodi
Pada awalnya merupakan kerja gotong-royong untuk kepentingan bersama suku/desa, atau kerajaan, karena berbagai keadaan dan alasan berkembang menjadi  kerja paksa untuk pihak lain atau kepentingan seseorang tanpa menerima bayaran (upah).
Kerja rodi khususnya di Jawa, dilakukan untuk kepentingan raja-raja dan atau keluarganya. Kerja rodi untuk kepentingan Kompeni atau Gubernemen pada masa penjajahan digunakan untuk pembangunan pabrik-pabrik, jalan, untuk pengangkutan barang dan sebagainya. Hendrik Willem Daendels (1807-1811) tersohor karena kerja paksanya dengan pembangunan jalan Anyer – Panarukan (Banyuwangi).

Pada Masa Punale Sanksi
Pada masa ini sebetulnya sudah merupakan hubungan perburuhan yang lebih manusiawi dibandingkan pada masa-masa sebelumnya, yaitu pekerjaan yang dilakukan oleh buruh dibawah pimpinan majikan dengan menerima upah. Peraturan mengenai perburuhan ini pertama dikeluarkan 1819, yang mengharuskan semua perjanjian kerja didaftar oleh Residen, sebelumnya didaftar Residen harus menyelidiki apakah pada waktu perjanjian kerja dibuat, tidak dilakukan paksaan dan apakah syarat-syarat kerjanya cukup layak.
Peraturan 1819 tersebut tahun 1838 ditarik diganti dengan yang baru, guna mempermudah Gubernemen (Pemerintahan Hindia Belanda saat itu) mendapatkan buruh untuk kepentingan perkebunan. Tahun 1863 dengan dihapuskannya Cultuurstelsel, peraturan yang baru 1838 tersebut dihapus. (Cultuurstelsel = cara gubernemen dahulu memperbesar hasil perkebunan untuk ekspor dengan jalan memaksa setiap pemilik tanah untuk menanam tanaman tertentu dan menjual hasilnya kepada gubernemen dengan harga yang ditentukan gubernemen pula).
Tahun 1870 dengan dikeluarkannya “ Agrarissche Wet “ (UU Agraria), maka mendorong tumbuhnya perkebunan swasta besar, untuk terjaminnya buruh yang tetap maka dalam “ Algeme Politie Strafreglement “ (Stbl. 1872 No. 111) ditambah ketentuan yang menetapkan bahwa buruh yang tiada dengan alasan yang dapat diterima, meninggalkan atau menolak melakukan pekerjaannya, dapat dipidana dengan denda antara Rp. 16,- dan Rp. 25,- atau dengan kerja paksa selama 7 sampai 12 hari. ( Catatan : denda dalam rupiah tersebut adalah setelah dikonversi dari mata uang Gulden ± pada tehun 1970-an, silahkan dikonversi dengan nilai uang sekarang, upah kerja untuk buruh bekerja selama 1 atau 2 minggu itu berapa?). Adanya denda inilah yang disebut dengan Punale Sanksi (poenale sanctie = sangsi pidana pada hubungan perdata).
    
Sumber Hukum Ketenagakerjaan
Pada masa kini setelah melampaui masa-masa yang penuh dinamikanya mengikuti perkembangan sejarah kebangsaan Indonesia ketenagakerjaan diatur secara khusus dalam ketentuan tersendiri dengan melepaskan dari Burgelijk Wetboek (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) walaupun tidak secara penuh. Sehubungan ada beberapa hal atau beberapa azas hukum yang tidak dapat ditinggalkan. Dengan diaturnya ketentuan-ketentuan Hukum Ketenagakerjaan diharapkan tercipta suatu kepastian hukum, walaupun belum terkodifikasi seluruhnya. Dimana apabila kita mempelajari Hukum Ketenagakerjaan maka sesungguhnya sumber hukum ketenagakerjaan ini bersumber dari banyak peraturan yaitu segala ketentuan yang memuat ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan mengenai ketenagakerjaan. Ketentuan tersebut antara lain :
 Undang-undang, adalah peraturan yang ditetapkan Presiden dengan persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat. Selain UU ada peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu) yang mempunyai kedudukan sama dengan undang-undang. Sebagaimana undang-undang yang lain mempunyai sifat mengikat/memaksa, mengatur dan mempunyai sanksi  yang dapat dijatuhkan bagi siapapun yang melanggar. Dalam pelaksanaanya UU memerlukan peraturan-peraturan teknis (petunjuk pelaksanaan) untuk menjalankan ketentuan dalam perundang-undangan tersebut, apabila peraturan teknis (petunjuk pelaksanaan) belum ada maka untuk menjembatani kekosongan hukum itu, dalam UU dicantumkan Ketentuan Peralihan, yang mengatur bahwa segala peraturan masih berlaku, selama belum ada peraturan (baru) yang menggantikanya. Saat ini undang-undang ketenagakerjaan adalah UU No. 13 Tahun 2003 yang diundangkan tanggal 25 maret 2003 dicantumkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2003 nomor 39 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 4279.
 Peraturan Lain yaitu : Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Intruksi Presiden Peraturan Menteri, Intruksi Menteri, SKB (Surat Keputusan Bersama) atau Keputusan Instansi Lain, dan lain-lainnya.
Kebiasaan, yang dimaksudkan adalah memberikan tafsiran atau interpretasi yang disesuaikan dengan semangat undang-undang, hal ini sehubungan perkembangan pembentukan peraturan ketenagakerjaan yang tidak secepat perkembangan soal-soal ketenagakerjaan yang harus diatur. Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan dalam pembentukan hukum kebiasaan ini telah banyak memberikan jasanya.
Putusan, yang dimaksudkan adalah putusan pengadilan, di mana putusan ini dapat dikatakan sebagai hukum itu sendiri dan atau putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan yang bersifat mengikat, sering kali memuat aturan-aturan yang ditetapkan atas kuasa dan tanggung jawabnya sendiri (zelfstandig).
Traktat, yaitu suatu perjanjian antar Negara atau dengan beberapa Negara mengenai ketenagakerjaan yang belum pernah diadakan. (perhatikan : AKAN = Antar Kerja Antar Negara) 
 Perjanjian Kerja, pada umumnya hanya berlaku antara tenaga kerja dan pemberi kerja, pihak lain tidak terikat, selain perjanjian kerja, ada suatu perjanjian yang mencakup banyaknya tenaga kerja yang terikat oleh perjanjian tersebut, di mana perjanjian itu dilakukan antara wakil tenaga kerja dan pengusaha, atau lazim disebut dengan Perjanjian Perburuhan – sekarang disebut dengan Perjanjian Kerja bersama _(Ref. BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 21 Juncto Bagian Ketujuh UU No. 13 Tahun 2003).

Hubungan Kerja
Hubungan kerja tercipta karena adanya perjanjian kerja, dimana perjanjian tersebut pada prinsipnya adalah merupakan hubungan perdata (Ref. 1320 & 1338 BW), akan tetapi mengenai masalah ketenagakerjaan di perlukan campur tangan negara untuk mengaturnya, hal ini diperlukan untuk perlindungan dan menghindari penyimpangan-penyimpangan yang merugikan kedua belah pihak, baik pihak tenaga kerja maupun pihak pengusaha. Sehingga hukum ketenagakerjaan sifatnya bukan lagi privaatrechtelijk, melainkan publiekrechtelijk.
Khusus dalam hubungan kerja kita dapat melihat perjanjian yang sekarang lazim ada antara pekerja dan pemberi kerja, yaitu:1. Perjanjian Kerja, perjanjian kerja ini bersifat perdata yaitu terbatas hanya antara pemberi kerja dan penerima kerja, dapat dibuat secara lisan maupun tertulis. 2. Peraturan Perusahaan, peraturan ini dibuat oleh pihak pengusaha, tanpa melibatkan tenaga kerja, pengusaha dapat memasukkan segala dalam peraturan perusahaan ini dengan ketentuan tidak melanggar undang-undang, ketertiban umum maupun kesusilaan.3. Perjanjian Kerja Bersama (PKB), merupakan perjanjian ketenagakerjaan yang berisi norma-nrma kerja/ peraturan-peraturan kerja antara tenaga kerja ( yang diwakili oleh Serikat Pekerja/ Serika Buruh ) dengan pengusaha, di mana isi PKB tidak diperbolehkan betentangan dengan undang-undang atau peraturan lain yang dikeluarkan oleh negara/pemerintah.
Kembali sebagaimana dalam pengantar bahwa ketika kita memahami hukum ketenagakerjaan maka kita harus memahami filosofi dan azas hukum yang terkandung di dalamnya, memahami tidak hanya melihat ketentuan/peraturan hanya dari sisi ketentuan /peraturan tersebut, tetapi harus juga melihat ketentuan/peraturan maupun referensi-referensi lainnya, serta semangat yang terkandung di dalamnya sebagai suatu tujuan sesungguhnya. Ketentuan ketenagakerjaan haruslah dipahami secara holistik dan tidak secara partial. Semoga tulisan ini ada manfaatnya.
(Daftar pustaka: Pengantar Hukum Perburuhan, Prof. Iman Soepomo,S.H. dan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar