Selasa, 17 Januari 2012

Artikel Yusnadi: PISANG BUAH ISTIMEWA


 Oleh: Sapto Winardi

Pengalaman ini membekas di hati. Pengalaman dari sebuah “pengajian biasa” dengan ustadz yang belum setenar Ustadz Jefri Al Buchory ataupun AA Gym. Adalah Ustadz Muzaiyin, seorang pimpinan pondok pesantren  dari Wonocolo, Surabaya. Namun seperti kata orang bijak, bukan hanya siapa penyanyinya tetapi dengarkan lagunya dan bagaimana suara indah dapat melantunkan lagu.  Pengalaman rohani ini tentang falsafah buah pisang yang sering disantap namun jarang kita perhatikan.
                                                                                                                                          
Hanya sedikit orang yang tidak suka buah yang satu ini. Buah pisang yang kaya vitamin dan banyak jenisnya. Buah yang  oleh Sang Ustadz dikatakan memiliki banyak keutamaan. Keutamaan itu bukan hanya secara fisik, namun lebih jauh secara filosofis. Sang Ustadz mengungkapkan beragam keutamaan itu tanpa keraguan sedikitpun. Bukan hanya karena ia mengutip kitab Al Hikmah dan berbagai kitab lain, namun dengan kedalaman ilmu ma’rifat yang dimilikinya, karena sesungguhnya ungkapan falsafah pisang termaktub dengan gamblang di Al Qur’an Surat Al Waqi’ah dari ayat 29 hingga ayat 33. Hingga sang ustadz mengajak kita untuk belajar dari buah pisang.


Buah pisang memiliki nama latin: Musa Paradisiaka ada kemiripan dengan paradise yang dalam bahasa Inggris  berarti surga. Buah pisang tampaknya punya kaitan “kedekatan” dengan surga, hingga dalam Kitab suci yang menggambarkan keindahan surga sebagai balasan atas apa yang mereka lakukan selama di dunia, tertulis kisah tentang buah pisang di surga.  Mengapa kita tidak belajar dari pisang?

Pisang adalah buah istimewa. Rasanya yang khas dan daging buahnya yang empuk menjadi spesial alias istimewa karena  belum pernah ada ulat dalam daging buah pisang. Bandingkanlah  dengan buah durian, misalnya, dalam daging buahnya masih sering ditemui ulat yang mengotori buah.  Jika diibaratkan buah adalah sebagai hasil akhir dari sebuah proses, maka yakinlah kita bahwa awal dari proses itu pastilah bersih hingga tak ada ulat yang sanggup “menggerogoti” buah. Pastilah buah pisang berasal dari intisari yang baik. Kita perhatikan bahwa ruas terdalam dari batang pisang (batang pisang, biasa juga disebut gedebog pisang). Bagian terdalam gedebog pisang itu dalam istilah Jawa disebut ares dan pasti berwarna putih mulus dan terlindungi oleh berlapis-lapis pelepah batang yang melindungi kesucian ares batang pisang. Ingatlah hadits Nabi bahwa ada satu bagian kecil dari tubuh kita yang bila kotor maka akan kotorlah kita, namun jika bersijh maka akan bersihlah tubuh kita, itulah hati atau qolbu.  Dari hati yang bersih akan terjadi proses yang bersiha dan akan keluar produk yang terjaga kebersihannya.

Lalu simaklah bakal buah pisang, atau yang sering disebut jantung pisang. Secara alamiah ia akan tumbuh menuju ke tanah, ia akan merunduk mengarah ke tanah, tidak menengadah menantang langit. Ia tidak menyombongkan diri, ia tunduk pada hakikatnya meskipun ia menghasilkan buah yang bersih yang kelak akan menghiasi taman di surga. Begitulah makhluk ciptaan Tuhan di bumi ini, tunduk dan patuh pada perintah-Nya, tetap tawadhu’ karena tak ada yang pantas untuk “mendangak”  atas kekuasaan Tuhan sang pencipta. Karena tunduk ia harus patuh dan bertaqwa pada Sang Pencipta.  Dengan tunduk pada Tuhan, kita hendaklah patuh dan taat pada perintah-Nya dan jika patuh pada-Nya pasti akan terjaga oleh-Nya. Seperti juga “kualitas” buah pisang yang terjaga karena selalu tunduk sejak menjadi bakal buah, kita pun dapat terjaga; mulut kita, mata kita, tangan kita, badan kita dan hati kita, akan selalu terjaga karena Dia akan menjaga kita sepajang kita tunduk dan bertaqwa pada-Nya.

Ketika buah meranum, pisang selalu berjajar rapi dengan susunan yang teratur se-sisir demi se-sisir.  Keteraturan susunan buah menjadikannya kuat sebagai sebuah kesatuan. Tak hanya indah dipandang namun makna kesatuan yang terkandung didalamnya  menyimbolkan kekuatan. Sungguh istimewa menyimak ketaqwaan tergalang dalam persatuan yang tertata dengan baik. 

Kemudian perhatikanlah daun pisang. Daunnya melebar dalam satu pelepah daun. Sanggup meneduhkan buah dari panasnya matahari dan mengayomi ketika hujan turun.  Bukan hanya sang buah, manusia pun telah memanfaatkan daun pisang sebagai payung ketika hujan jauh hari sebelum paying ditemukan. Multifungsi daun bukan hanya saat hujan, para penjual tempe telah memanfatkannya sejak dulu sebelum plastik menjadi pembungkus alternatif.

Daun yang berposisi di atas berfungsi melindungi buah yang ada di bawahnya. Begitulah hendaknya yang berposisi di atas, “dituntut” untuk mengayomi atau melindungi yang dibawahnya. Sang ayah melindungi anaknya, sang pimpinan mengayomi bawahannya. Bahkan sedapat mungkin perusahaan mampu mengayomi dan melindungi para stake holder-nya, baik itu karyawan, rekanan dan para pemegang saham, juga para plasma. 

Dan perhatikanlah, pada ruas tengah pelepah daun pisang, terdapat bagian yang keras  yang didesain oleh-Nya sebagai “tulang” daun sekaligus sebagai ”talang” air ketika hujan turun.  Air hujan adalah air yang bersih sebagai berkah Allah yang turun dari langit, diterimanya dengan suka cita kemudian disalurkannya menyirami batang sebagai induk pertumbuhan yang didalamnya terdapat ares batang. Begitulah ia qona’ah menerima pemberian Allah yang sesungguhnya adalah berkah untuk menyirami hati dengan sesuatu yang bersih.

Pisang selalu berupaya memberikan manfaat bagi makhluk lain, ia meranum setiap saat, tak terhentikan oleh musim. Ada fungsi sosial disini, bahwa ia selau berupaya untuk meberikan yang terbaik meski musim kemarau sekalipun. Di saat kemarau, keistimewaan pisang  sebagai satu ciptaan-Nya kita lihat pula ketika ia tak lagi tumbuh. Pelepah daun serta batang yang telah kering sangat disukai ayam dan bebek ketika mengering. Meski kering berwarna coklat bagian tersebut masih mengandung air yang  diperlukan makhluk lainnya ketika kemarau. Betapa pisang “mengajarkan” untuk menjadi dermawan, menjadi penyantun bagi mahkluk lain, tetap memberi sesuatu untuk dimanfaatkan demi kemaslahatan makhluk lain.

Manfaat lainnya adalah ketika batang pisang ditebang dan gedebog-nya dipilih untuk dijadikan landasan menancapkan wayang saat dalang mementaskan cerita. Jika wayang yang dipentaskan sang dalang adalah gambaran kehidupan, gedebog pisang menjadi landasan   yang kuat bagi gambaran kehidupan itu. Struktur batangnya kuat, sehingga wayang tak mudah goyah. Lagipula,  intisari batangnya adalah ares yang bersih. Jika kehidupan ini memiliki landasan yang kokoh dan hati bersih, inysallah hidup kita jalani dengan bersih pula.

Sesunguhnya semua kebaikan itu berasal dari Tuhan, maka tak salah jika kita belajar dari pisang untuk mengawal yang bersih dan menjaganya dengan berbuat baik dan mempertahankan kebaikan itu. Allah pasti memberkahi karena itu yang Ia inginkan.  Jadi, ketika visi kita mengarahkan kita untuk memberikan yang terbaik dengan tetap diberkahi tuhan (Blessed by God)  falsafah pisang  layak kita pelajari: yang baik datang dari Dia, maka selalu berbuat baik dan selalu menjaga kebaikan itu. Insyallah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar