Sabtu, 14 Januari 2012

Artikel Yusnadi: Zero Base Dalam Hubungan Sosial


ZERO BASE

Jika bicara zero, saya teringat akan tulisan dari  CEO (Chief Executive Officier) Bank Muamalat Indonesia. Ia berbicara masalah zero base dalam hubungan sosial. Menurutnya,   Zero Base adalah sebagai cara pandang atau sikap mental seseorang yang bersih, obyektif, apa  adanya, tidak ditambah tidak dikurangi menyangkut pekerjaan dan lingkungannya. Seseorang yang memiliki sikap mental seperti ini akan memiliki kejernihan hati dan pikiran dalam menghadapi lawan interaksinya.
Menurutnya ada 4 pemaknaan sikap zero base. Pertama, tidak percaya diri.  tidak rendah diri, tapi percaya Allah. Kedua,  tidak terikat pada masa lalu dan tidak terobsesi pada masa depan. Ketiga,  tidak menambah, tidak mengurangi tetapi apa adanya. Keempat, tidak kufur saat miskin, tidak sombong saat kaya.
Dengan kata lain, seseorang dengan sikap zero base memiliki ruang yang lebih luas dan terbuka terhadap segala persoalan yang dihadapi. Dengan cara pandang zero base segala sesuatunya—tentu saja selama dalam koridor kemampuan manusia—menjadi mungkin. Jika seseorang  menggunakan  cara pandang titik zero (nol) maka  ia akan bertindak, berpikir, membuat pilihan dan memberikan respon dengan mengembalikan segalanya pada akar atau pada dasar permasalahannya. Memulai sesuatu dengan menempatkan diri pada titik nol maka tanggapan panca inderanya menjadi jernih dan segala sesuatunya menjadi mungkin.

Implementasi Zero Base.
Cara pandang zero base akan memandu kita untuk berpikir terbuka dalam menghadapi segala sesuatu. Kita akan berpikir bahwa selalu ada jalan untuk setiap kesulitan, masalah atau problem yang dihadapi. Sehingga tidak ada istilah  “buntu” untuk mereka yang meyakini “inna ma’al u’usri yusroh?”.  Sebab, persoalannya bukan pada  kenapa sesuatu (takdir) itu terjadi, tapi bagaimana menghadapi takdir tersebut dengan lebih “nyeni”. Jadi, bukan soal seseorang memiliki kekurangan, tapi bagaimana mengubah atau meminimalisir kekurangan menjadi sesuatu yang membawa manfaat untuk diri dan lingkungan.
Dalam  implementasi, cara pandang zero base ini akan memberi  benefit (manfaat) bagi kita, seperti:
1. Memandang manusia sebagai individu yang dinamis.
    Manusia adalah makhluk dinamis yang bisa belajar dari kesalahan  untuk kemudian memperbaiki kesalahan. Karena itu dalam menilai seseorang kita tidak boleh terjebak hanya pada jejak rekam masa lalunya. Setiap manusia boleh melakukan kesalahan masa lalu, tapi tidak boleh terjebak dalam kesalahannya. Prinsip ini membuat kita bisa memaafkan dan memaklumi kesalahan seseorang selama yang bersangkutan ada kesungguhan untuk memperbaiki diri.
2. Terbebas dari prasangka
    Memulai hubungan sosial dengan prasangka akan  membelenggu  pikiran kita dengan sejumlah persepsi tentang seseorang yang belum tentu benar. Terlalu berprasangka baik—tanpa data dan informasi akurat dapat menjebak kita pada sifat lalai dan ghurur (terperdaya). Sebaliknya, pransangka buruk pun akan membelunggu kita dengan ketakutan dan kekhawatiran yang tidak mendasar
3.Menilai apa adanya.
    Penilaian kita terhadap baik buruknya seseorang bukan didasarkan pada prasangka tapi berdasarkan apa yang kita lihat, kita ketahui dan kita alami saat berinteraksi. Apa adanya dan obyektif. Dalam konsep Rasullullah, seseorang dikatakan saling mengenal dengan baik jika telah shalat berjamaah, bermalam di rumahnya atau melakukan perjalanan bersama.
4. Berani mengambil sikap.
    Dengan cara pandang zero, kita tidak takut mengambil sikap terhadap seseorang. Perbedaan atau penolakan, berpihak atau memusuhi bukan didasarkan pada apa kata orang kebanyakan, tapi berdasarkan cara pandang kita yang jernih dan bersih. “Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya prasangkaan itu tidak sedikit pun berguna untuk mencapai kebenaran.” (Yunus:36).
5. Berpegang pada standar ilahiyah.
    Cara pandang zero pada dasarnya cara pandang dengan standar “langit”. Seseorang diukur dan dinilai bukan berdasarkan keturunannya, hartanya, kedudukannya atau jabatannya tapi berdasarkan kadar relasitasnya dengan Allah SWT. Bukankah orang yang paling mulia disisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa.

Tujuan  hubungan sesama manusia adalah untuk saling mengenal dan saling bekerja sama guna mencapai tujuan suci. Dengan cara pandang zero,  kita akan mengosongkan hati dan pikiran  dari tujuan menyakiti, merusak, memanfaatkannya atau tujuan-tujuan kotor lainnya. Zero adalah nol tapi zero tidak bernilai nol!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar