Fredy, Kepala Cabang di
sebuah perusahaan swasta terkemuka di Jakarta, tiba di rumahnya pukul 9 malam.
Jakarta hari ini benar-benar menunjukan jati dirinya sebagai sebuah ibukota,
kejam, grutu Fredy dalam hati. Betapa
tidak, sudah cape di kantor dibuat pusing lagi oleh kemacetan
Jakarta yang kian hari kian parah saja rasanya. Belum lagi di musim hujan ini,
banjir sepertinya merata melanda seluruh Jakarta.
Betapun demikian, semua
kepenatan itu akan hilang dengan sendirinya manakala sudah sampai di rumah
disambut oleh anak si mata wayang, Nadiya. Tidak seperti biasanya, Nadiya anak
satu-satunya yang baru duduk di bangku
kelas dua SD membukakan pintu ayahnya.
Ia nampaknya menunggu sudah cukup lama.
“Kok, belum tidur, sayang?” Sapa Fredy sambil mencium anaknya.
Biasanya, Nadiya memang sudah terlelap ketika papanya pulang, dan baru terjaga
ketika ia akan berangkat ke kantor pagi hari. Namun kali ini tidak. Usai
membukakan pintu, lantas ia membawakan tas papanya dan ia simpan di atas meja.
Sambil duduk manis Nadiya berkata, “Nadiya hari ini sengaja nunggu papa
pulang. Sebab ada yang ingin Nadiya
tanyakan pada papa?”
“Apa sayang, kok serius
benar sepertinya?” tanya papanya sambil mencium pipi anaknya.
“Tapi papa jangan marah,
yah!” pintanya. Belum sempat papanya memberi jawaban, Nadiya langsung bertanya
pada papanya, “Papa gajinya berapa sih,
pah?” tanyanya.
“Lho, tumben , kok nanya gaji papa? Mau minta tambahan uang jajan,
ya?”
“Ah, enggak, pengen tau
aja,” jawab Nadiya singkat.
“Oke, kamu boleh hitung
sendiri. Setiap hari papa bekerja sekitar 10 jam, yaitu dari jam 8 pagi sampai
jam 6 sore. Misalkan papa dibayar Rp. 400.000 per hari. Dan setiap bulan
rata-rata dihitung 25 hari kerja. Berapa
gaji papa dalam sebulan, hayo?”
Nadiya yang sudah terbiasa
dengan perhitungan cepat ala simpoa, dengan mudah menjawabnya. “Kalau papa satu
hari dibayar Rp. 400.000 untuk 10 jam, berarti satu jam ayah digaji 40.000, dong,” katanya.
“Wah, pinter kamu,” puji
papanya, “nah berhubung sekarang sudah
larut malam, cuci kaki lantas bobok,”
pinta papanya. Tetapi Nadiya tidak beranjak. Sambil menyaksikan papanya
berganti pakaian, Nadiya kembali bertanya, “Papa, Nadiya boleh pinjam uang Rp.
5.000, nggak?”
“Pinjam. Pinjam, apa minta,”
tanya papanya sedikit heran.
“Pinjam, papa …!” ulang
Nadiya dengan manja.
“Pinjam, untuk apa? Sudah, nggak usah macam-macam, malam-malam begini pinjam uang. Papa capek, papa mau mandi terus tidur. Dan kamu juga harus segera tidur. Untuk malam ini kamu
boleh tidur sama papa di sini,” ajak papanya.
“Tapi, paa ….” Kesabaran
Fredy habis.
“Papa bilang tidur!”
hardiknya mengejutkan Nadiya. Anak kecil yang amat disayanginyapun berbalik
menuju kamarnya.
“Nadiya sayang, papa bilang
malam ini kamu boleh tidur sama papa di sini”. Nadiya pun tanpa banyak bertanya
lagi bergegas naik ke tempat tidur papanya.
Usai mandi, ada rasa sesal
di hati Fredy atas ucapannya pada Nadiya. Ia pun mencium kening Nadiya di
tempat tidurnya. Anak kesayangannya ternyata belum tidur. Nadiya didapatinya
sedang terisak-isak menangis sambil memegang uang sejumlah Rp. 15.000 di tangannya.
Sambil berbaring dan mengelus-ngelus kepala bocah itu, Fredy berkata, “Maafkan
papa, Nadiya. Papa amat sayang sama Nadiya”. Sementara tangan Nadiya mengusap
air mata yang membasahi pipinya.
“Nadiya sayang, untuk apa sih, minta uang malam-malam begini?
Kalau mau beli mainan, besok kan
bisa. Jangankan Rp. 5.000, lebih dari itupun pasti papa beri,“
ujar Fredy.
“Tapi Nadiya nggak
minta uang. Nadiya hanya pinjam. Nanti akan Nadiya kembalikan dari uang jajan
yang Nadiya tabung selama satu minggu,” jawab Nadiya dengan harunya.
“Nadiya telah menunggu papa
dari siang. Nadiya mau ajak papa main
ular tangga. Tiga puluh meniiit, … aja,” pintanya, “Ibu sering bilang kalau
waktu papa itu berharga. Jadi, Nadiya mau beli waktu papa. Nadiya sekarang
punya uang Rp. 15.000, tapi papa bilang
satu jam papa dibayar Rp. 40.000, maka setengah jamnya harus dibayar Rp.
20.000. Uang Nadiya sekarang kurang Rp.
5.000. Makanya Nadiya mau pinjam dari papa,” kata Nadiya polos. Fredy terdiam.
Ia kehilangan kata-kata. Dipeluknya bocah kecil itu erat-erat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar