Selasa, 13 Desember 2011

Novel Yusnadi: Rendy Sang Pengusaha

Oleh: Yusnadi

Negeri kecil di ujung Selat Malaka ini tetap mencerminkan sebagai negara yang makmur, lalu lintas perdagangannya nyaris tidak pernah menunjukkan tanda-tanda berhenti. Di sudut-sudut negara kepulauan ini bisnisnya terus berdenyut, tidak pernah berhenti. Bahkan tak pernah goyah dihempas badai gelombang monoter,  atau terkena krisis ekonomi dunia. Ratusan ribu pengusaha manca negara---dari berbagai belahan dunia berinvestasi ria di sini, seakan tidak ada satu sektor pun yang tidak terjamah dari manusia-manusia bermental dagang. Semua diolah, dimanfaatkan dan diperdagangkan untuk dijadikan uang.
Itulah Singapura, negaranya kecil, penduduknya telah lebih dari 5 juta. Tapi geliat ekonominya menjalar bak gurita. Merambah ke berbagai negara belahan dunia. Dari Asia, Eropa, Amerika, Australia sampai gurun Afrika. Dan sektor usaha yang digelutinya pun aneka rupa. Dari dunia perbankan, engineering, telekomuniksi,  asuransi, perhotelan, property, satelit, pertambangan sampai pada pertanian dan perikanan.
Di antara sekian ribu perusahaan yang ada di negeri itu, satu di antaranya adalah bidang jasa asuransi. Di sinilah Rendy Sang Pengusaha punya kisah khusus, karena di balik kemilaunya gedung-gedung pencakar langit yang berkaca tersimpan satu jiwa yang selalu melekat di hati Rendy, yaitu wanita peranakan Inggris dan Cina, Ling Ling Yang namanya. Wanita sukses yang berbisnis dalam dibidang jasa asuransi. Rendy salut padanya, karena begitu gigihnya ia mempromisikan dan memasarkan jaja-jasa asuransinya. Ia dipercaya oleh orang tuanya untuk menangani perusahaan yang bergerak di bidang jasa asuransi. Ia diberi kepercayaan itu  dari semasa kuliah sampai akhirnya ia diangkat oleh orang tuanya menjadi pimpinan tertinggi di perusahaan itu.
Orangnya cantik, lincah, energi. Edeal sebagai gadis Indo peranakan Inggris dan Cina. Kulitnya kuning langsat. Masa mudanya, atau tepatnya ketika masa kuliah dengan Rendy dulu, yang mereka berdualah yang tahu.
Ling Ling Yang pernah terjerat narkoba, hidup semen level dan dijalaninya selama bertahun-tahun, sampai akhirnya ia mengenal sosok Rendy.
Ling Ling Yang sangat terpikat oleh Rendy. Sementara hal sama pun dialami oleh Rendy. Kurang lebih 5 tahun mereka berteman mesra, sampai akhirnya Rendy harus kembali ke Indonesia. Rendy diminta untuk segera pulang, karena ia pun sudah diminta oleh kedua orang tuanya untuk memegang kendali atas salah satu perusahaannya.
Namun mereka berdua telah bersepakat dalam waktu tertentu, di waktu yang disepakati, mereka akan selalu bertemu secara rutin. Di Singapura atau di Jakarta.
Kisah Rendy dengan Ling Ling Yang ibarat ikan dan air. Di situ ada ikan pasti perlu air, sekalipun ikan dan air yang dimaksud tidak ada dalam satu bejana. Ikan yang dimaksud berada di negeri kecil indah dan makmur dan satu lagi sebagai air ada di sebuah negara besar yang masih berkutat dengan kebutuhan sehari-hari, sandang dan pangan, yaitu Indonesia.
Rendy sosok putra pribumi asli Melayu sangat cinta akan negerinya, seratus persen seperti dirinya mencintai Ling Ling Yang. Sampai hari ini Rendy tetap merupakan sosok putra Melayu yang sedang berjuang untuk meningkatkan kesejahteraan sekian ribu rakyat Indonesia dari sekian juta putra-putri bangsa. Namun cerita indah kisah cinta Rendy tetap punya arti khusus dibandingkan denganBisa diceritakan sekilas bahwa profesi Rendy per hari ini tetap masih merupakan seorang General Manager dari sebuah perusahaan bonafide yang bergerak dalam bidang aquaculture. Satu tahun atau dua tahun sekali Rendy dan Ling Ling Yang bersepakat untuk bisa bermemori kembali, yang selalu diakhiri dengan take and give. Terakhir tahun 2002, Rendy menerima sepasang pulpen manis dari Ling Ling Yang sedangkan Rendy sendiri memberi bros emas berbentuk udang untuk Ling Ling Yang.
Akhir tahun 2004 Rendy kembali terbang ke negeri singa ini. Dalam perjalanan di pesawat Garuda Indonesia Airways, Rendy merenungkan kembali kisah dua tahun yang lalu, dimana tahun itu Ling Ling Yang mengakhiri dengan sebuah kecupan di pipi dan berlalu untuk menemui suaminya yang sudah menunggu di pintu lobi Restoran Citra Rasa Melayu. Rendy sendiri kembali ke anak istrinya yang ada di seberang meja yang tidak jauh dari tempat mereka mengakhiri pertemuannya.
Untuk kali ini Rendy tidak terbang dengan keluarganya, karena tidak bertepatan dengan hari libur nasional, natalan dan tahun baru. Kali ini Rendy terbang lebih awal dari pertemuan-pertemuan sebelumnya yang selalu bertepatan dengan libur natal dan tahun baru. Rendy sudah menghubungi Ling Ling Yang bahwa di bulan ini dia akan bertugas sekaligus berlibur ke Singapura dan Jepang. Sedapat mungkin dalam perjalanan ini Rendy ingin ditemani Ling Ling Yang. Baik saat di Singapura  maupun pada saat ke negeri sakura. Rendy sangat yakin Ling Ling Yang akan diizinkan suaminya, karena suaminya termasuk tokoh moderat yang mengerti akan hak dan kebebasan individu dalam batas-batas toleransi.
Rendy sendiri meluncur ke Singapura dan Jepang karena berkaitan dengan tugas dan rencana liburan. Waktu liburan inilah yang akan dimanfaatkan untuk bertemu dan selalu berdekatan dengan Ling Ling Yang. Kini jam masih menunjukkan pukul 09.00 dan Rendy masih berada di angkasa sekitar Sumatera bagian selatan. Pesawat yang ditumpangi kali ini Garuda Indinesia Airways kelas eksekutif yang merupakan bagian dari fasilitas yang diberikan perusahaannya.
Pramugari manis menyodorkan snack kepada Rendy. Rendy menyambutnya dengan ramah. Sesuatu benda jatuh dari tangan Rendy ke sebuah baki sementara pramugari hanya membalas dengan senyuman,  yang bisa dipastikan senyuman itu bukan hanya milik Rendy tetapi merupakan pelayanan dari pesawat eksekutif.
Satu jam kemudian pesawat sudah mendarat di negeri pulau itu dan deretan taksi sudah menunggu antrian di depan Bandara. Rendy langsung bergegas menuju ke sebuah Hotel yang sudah dipesannya dari Jakarta. Lima belas menit sesampainya di Hotel, Rendy sudah berhalo ria dengan Ling Ling Yang. Di telepon Rendy berencana untuk bertemu di Restoran yang sama seperti 2 tahun yang lalu. Namun Ling Ling Yang protes, ia lebih suka mengajak Rendy untuk bertandang ke rumahnya. Rendy berpikir sejenak menerima penawaran itu lalu dijawab, “it’s okey Yang,” lantas telepon itu ditutup.
Sebelum menjalankan rencananya untuk bertemu dengan Ling Ling Yang, Rendy tidak lupa akan tugas yang dibebankan kepadanya, yaitu bernegosiasi masalah harga pembelian, penjualan dengan buyer dan sekaligus proses pengirimannya. Semua dipersiapkan dengan baik oleh Rendy sebaik persiapan untuk bertemu dengan Ling Ling Yang.
Sambil mengerjakan sesuatu, pikiran Rendy membayangkan seperti apa Ling Ling Yang sekarang. Ketika masih kuliah dulu tidak diragukan lagi kecantikan Ling Ling Yang; dari kulitnya, bodynya , rambutnya, penampilannya semuanya sempurna. Dua tahun lalu rambutnya sudah dipotong menjadi sebahu namun tetap masih merupakan gadis impian bagi Rendy. Dan sekarang entahlah …. Setelah lelah mempersiapkan berkas-berkas keperluan pekerjaannya dan juga perjalanan yang melelahkan Rendy tertidur, bangun tepat pukul 16.00 waktu setempat.
Lalu bergegas ke kamar mandi dan berpakaian rapih tetapi tidak formil. Dua ratus meter dari pintu hotel sudah dihadapkan pada aneka ragam barang yang dipajang di Toko-toko dan mall dengan berbagai fasilitas yang sangat memadai. Tidak mengherankan bila orang datang ke Singapura pasti tujuan utamanya adalah untuk belanja, selain dari itu pembicaraan pada umumnya tidak terlepas dari masalah bisnis dan larinya tetap ke masalah belanja juga. Kali ini Rendy berniat membeli keperluan untuk selama perjalanan dinas di sini, kemeja merk ARROW kesukaannya, dasi merk Crocodile dengan corak cerah dan jas EXECUTIVE dengan warna sejuk, sebagian lagi baju untuk santai.
 Sebelum luncuran ke Mall, Rendy menitipkan kunci pada resepsionis dan sesuatu jatuh dari tangan Rendy…, dua jam kemudian Rendy sudah berhalo ria dengan Ling Ling Ynag untuk memastikan 1 jam lagi Rendy sudah berada di rumah Ling Ling Yang. Taksi telah menunggunya di luar, belum satu langkah Rendy menuju arah taksi, seorang wanita menghalangi langkah Rendy dan dia memperkenalkan diri sebagai suruhan Ling Ling Yang  untuk menjemput Rendy. Sebuah mobil limosin putih telah menunggunya. Rendy tidak bisa menolak, ia pun melangkah menuju mobil itu. Ketika baru saja pintu mobil ditutup, sebuah tangan telah merangkul Rendy. Rendy sedikit kaget dan  melirik ke arah wanita di sebelahnya. Ah.. ternyata tidak salah lagi, Rendy tersenyum riang, orang yang ingin ditemuinya telah ada disampingnya. Tanpa sungkan-sungkan Ling Ling Yang memeluk dengan erat, Rendy membalasnya,  “Oh Rendy, saya rindu sekali,” logat melayu yang kurang fasih keluar dari bibir wanita yang ada disebelahnya.
Oleh Rendy tercium aroma menggoda, mereka berangkulan dan berciuman hangat di dalam mobil. Dan Rendy tidak tahan lagi dengan buah dada segar milik Ling Ling Yang yang selalu didekapkan ke dadanya. Rendy meremasnya, Ling Ling Yang sedikit mengeliat. Sementara ciuman Rendy secara berlahan meluncur ke leher Ling Ling Yang yang nampak mulus dan harum menggoda. Bibir Rendy terus meluncur ke arah bukit mulus, kencang dan harum. Ia tiada henti menciuminya, menjilatinya dan terkadang menggigit lembut puting susunya. Ling Ling Yang menggeliat-geliat seperti cacing kepanasan.
cut keke.jpgTerucap dari bibir Rendy “Aku juga sangat merindukan kamu, Yang,” balas Rendy singkat. Sementara tangan kiri Rendy telah berada diantara dua paha Ling Ling Yang. Rendy mengusap-ngusap paha Ling Ling Yang yang halus mulus dan  terus naik ke atas hingga menyentuh bibir lubang surga dunia. Tapi sayang lubang itu masih terhalang oleh CD (celana dalam). Namun hanya dengan sekali tarik celana dalam yang  bertali itu telah terbuka total.  Rendy kini dapat menyentuhnya dengan leluasa. Bibir surga itu ditumbuhi oleh bulu-bulu halus, jari-jari Rendy mengusapnya dengan lembut hingga akhirnya salah satu  jari Rendy menerebos masuk ke liang vagina Ling Ling Yang.
PulSek“Aouw .. yee, terus Rendy sayang, terus Rendy sayang yee … enak sekali,” ujar Ling Ling Yang.
“Tenang sayang, aku sangat menyukai punya kamu Yang. Punya kamu sungguh hangat dan harum, Yang,” ucap Rendy dan mulutnya tiada henti mengisap-ngisap buah dada Ling Ling Yang yang sungguh luar biasa. Mungkin Ling Ling Yang  sudah mempersiapkan jauh-jauh hari sehingga benar-benar seperti gadis usia 18 tahun, kencang, besarnya ideal dan harum semerbak.
Sementara Ling Ling Yang pun tidak kalah gesitnya, ia melumat bibir Rendy kemudian ke lehernya, ke dadanya. Dada Rendy digigit gemas oleh Ling Ling Yang. Dan tangan Ling Ling Yang pun sudah menyentuh peluru kendali Rendy, Ling Ling yang sudah menduga punya Rendy pasti besar dan keras. Ling Ling Yang sangat suka dengan yang keras. Ia secara bergegas ingin membuka sabuk celana Rendy. Tetapi Rendy menahannya, ia tersadar dan segera mengingatkan Ling Ling yang, “Kita sekarang sedang berada di mobil, Yang”!
“Tak perlu khawatir Rendy, mobil ini cukup aman untuk kita bercinta. Sopir saya tidak mungkin dapat melihat ke tempat ini,” jelas Ling Ling Yang. Dan Ling Ling Yang meneruskan ekspansinya, sabuk dan celana Rendy telah melorot sebatas dengkul, hingga rudal Rendy pun terlihat berdiri tegak dihadapan Ling Ling Yang. Tangan Ling Ling Yang meremas-remas peluru kendali Rendy, hingga semakin tegang, membesar  dan hangat rasanya.
Ling Ling Yang tidak menyia-nyiakannya. Ia ciumi peluru itu dan ia kulum batang kemaluan Rendy. Rendy mendesih “… auh … yee …. Auh yee ….,” rintih Rendy merasakan nikmatnya kuluman Ling Ling Yang. Namun antara berkeinginan untuk di teruskan dan tidak Rendy berujar, “Cukup Yang, ini hanya pembukaan, jangan kamu teruskan,” pinta Rendy. Tetapi permintaan Rendy tidak dihiraukan, bahkan Ling Ling Yang meneruskan ulahnya dengan mengulum buah zakar Rendy. Hal ini membuar Rendy  semakin blingasan merasakan nikmatnya permainan Ling Ling yang. Ia mengisap-ngisap buah zakar Rendy, sekali halus sekali dalam hisapan kencang. Rendy tidak dapat menduga apa yang dilakukan Ling Ling Yang, ia hanya merasakan nikmat.
“Sudah Yang, saya harap hari ini adalah sebuah pembukaan yang sangat indah. Saya masih punya banyak waktu di sini,” jelas Rendy. Dan Ling Ling Yang pun menghentikannya. Ia membantu menaikkan kembali celana Rendy yang sempat ia plorotkan. Sementara Rendy pun membantu Ling Ling Yang untuk memakaikan kembali CD dan BH-nya yang sempat ia buka.
Ling Ling Yang menyandarkan badannya ke tubuh Rendy. Dan Rendy memeluk mesra tubuh yang harum itu.
“Katanya kamu akan melanjutkan perjalanan ke Jepang, when ?” tanya Ling Ling Yang.
“Kalau kamu sudah bosan sama aku,” balas Rendy
“Oh darling, aku tidak akan bosan sama kamu”.
Sementara limosinnya terus meluncur di tengah-tengah kota dan arahnya menuju ke perbatasan Johor. Ah ternyata Ling Ling Yang rumahnya di luar batas Singapura. Satu jam kemudian, Rendy sudah berada di Negara bagian Malaysia, namun suasananya tidak jauh berbeda dengan kota Singapura. Nampaknya di sini Ling Ling Yang punya ruang yang luas untuk menata halaman rumahnya. Kesegaran udara sudah membedakan dengan wilayah Singapura. Ling Ling Yang mempersilahkan Rendy untuk turun dari mobilnya. Tangan halus Ling  Ling Yang menyambutnya, Rendy pun meraihnya. Mereka pun berjalan di halaman rumah yang luas, tangan kanan Rendy ditariknya untuk melingkar di pinggang Ling Ling Yang. Dengan ragu Rendy melakukannya dan ia pun bertanya, “Dimana suamimu.”
sandra_dewi_SandraDewi1_1.jpg“Oh, kebetulan sekali dia sedang tugas ke Amerika,” ucap Ling Ling Yang.”
“Ah, sayang sekali aku tidak sempat untuk berkenalan lebih jauh dengan suamimu,” jawab Rendy.
“Sudah saya katakan padanya bahwa sahabat saya dari Indonesia akan datang ke sini, dia hanya titip salam,” ungkap Ling Ling Yang, “Dan dia sendiri yang menganjurkan agar kamu diajak ke sini,” tambahnya lagi.
“Katakan padanya thanks you very much. Tentu kamu sangat bahagia dengannya,” tanya Rendy.
”Secara economic no problem, tetapi yang lainnya kurang sekali,” jawab Ling Ling Yang. Tanpa harus bertanya  “mengapa” Rendy mengerti maksudnya.
Rendy sangat mengerti tipe wanita seperti Ling Ling Yang bahkan semenjak remaja, tepatnya semasa kuliah dulu Ling Ling Yang hampir terjerumus ke pergaulan semen level. Di kasus ini Rendylah yang berperan, sehingga sampai saat ini Rendy merupakan pahlawan bagi Ling Ling Yang. Rendy ingat betul bagaimana keterlibatan Ling Ling Yang dengan pemuda dari Korea, Ko Mung Chang, si Ko Mung Chang ini selalu saja memanjakan Ling Ling Yang dengan memberi obat-obatan terlarang. Ia dengan sadar atau tidak sadar selalu nampak memanfaatkan Ling Ling Yang, baik tubuhnya maupun materinya. Dan di sinilah menonjol sekali peran Rendy, bak seorang ksatria yang baru turun gunung. Dan sesungguhnyalah karena Rendy pun tak terlepas dari unsur “mencintainya” kenapa diberi tanda kutip, karena Rendy pun tidak mau mengingkari hatinya untuk gadisnya yang ada di Indonesia.
Satu pergolakan emosi tinggi yang ada di dada Rendy, antara menuruti hawa nafsu dan mengendalikan emosi. Namun bukti cintanya kepada Ling Ling Yang, Rendy hanya tidak ingin Ling Ling Yang terlibat lebih jauh dengan Ko Mung Chang, dan Ko Mung Chang pun tidak ingin begitu saja melepaskan Ling Ling Yang sesuai dengan keinginan Rendy. Hal seperti ini ternyata membawa konsekuensi kepada pertarungan. Tidak bisa dihindari duel adu jotos pun beberapa kali terjadi dengan Ko Mung Chang. Dan tidak bisa dianggap enteng oleh Rendy sekalipun Ko Mung Chang tukang mabuk dan pecandu obat bius. Ilmu taekwondonya cukup tangguh. Dan Rendy pun tidak kalah dengan ilmu pencak silatnya, sehingga pertarungan antara Pencak Silat dengan Taekwondo tidak bisa dihindari.
019.jpgDalam beberapa kali pertarungan, Rendy lebih unggul dari Ko Mung Chang, karena Rendy memang lebih tenang dan sedikit punya modal ilmu Pancadaya. Sesudah pertarungan, Ko Mung Chang selalu menantang kembali dengan pertarungan yang lebih dahsyat. Dari tangan kosong, menggunakan tongkat sampai menggunakan sebilah pedang, dimana akhir dari perseteruan dua pria ini berakhir dengan ultimatum dari Ling Ling Yang, yang memutuskan hubungan dengan Ko Mung Chang dan Ling Ling Yang lebih simpatik kepada Rendy.
Namun sayang seribu sayang, ultimatum yang diberikan Ling Ling Yang kepada Ko Mung Chang disambut biasa saja oleh Rendy. Bahkan cinta yang diberikan Ling Ling Yang pun harus berakhir seperti yang tidak diharapkan. Mengapa? Mungkin sangat klasik, Rendy sangat mencintai gadisnya di Indonesia. Ini yang membuat Ling Ling Yang menjadi tanda tanya ketika itu, kalau memang Rendy sudah mencintai gadis di Indonesia dengan tidak tergoyangkan kenapa dia harus bersusah-susah membela dirinya. Dan pernyataan Ling Ling yang yang sempat membuat Rendy salah tingkah. Dia sangat mencintai Ling Ling Yang tapi tidak ingin memilikinya, sekalipun Ling Ling Yang sudah memasrahkan segalanya untuk Rendy.
Lantas apa jawaban dari Rendy ketika itu. Sangat tidak memuaskan, yaitu “Kita berbeda budaya, beda pola hidup dan beda cara pandang”. Hal ini semakin tidak memuaskan Ling Ling Yang. Ia sempat mendesak Rendy untuk minta penjelasan dari  perbedaan itu. Rendy tidak mampu menjelaskan lebih rinci dari permintaan Ling Ling Yang. Tetapi Rendy berani mengatakan dengan sejujurnya, “Yang, sungguh aku mencintaimu, kamu adalah gadis idamanku, kamu cantik, energik, pintar, dan kamu anak orang kaya, kamu sungguh-sungguh perfect dimataku!”
“Buktikanlah ucapanmu yang indah itu Rendy,” potong Ling Ling Yang.
“Buktikanlah ucapanmu yang indah itu Rendy,”
“Buktikanlah ucapanmu yang indah itu Rendy.” Inilah kalimat yang berulang-ulang terngiang di telinga Rendy sampai saat ini. Sampai-sampai ketika Ling Ling Yang mengajaknya masuk ke ruang makan Rendy nyaris tidak mendengar. Ia hanya memandang dengan tatapan yang kosong. Untung tidak berlangsung lama dan Rendy pun segera bergegas mengikuti langkah-langkah Ling Ling Yang yang gemulai.
Pandangan mata Rendy diarahkan ke sekeliling ruangan makan yang tertata dengan apik; terkesan tradisional tapi modern, sederhana tapi mewah, ngepop tapi klasik. Satu perpaduan antara timur dan barat. Sama halnya dengan pribadi Ling Ling Yang sebagai wanita Indo, lembut, ramah namun dahsyat dalam pergaulan dan wawasan. Rendy kebetulan hanya sesekali saja ketemu Ling Ling Yang sehingga masih dapat mengimbangi. Jika tidak, Rendy mungkin dapat bertekuk lutut dihadapannya.
Ling Ling Yang  mengisi gelas yang ada dihadapan Rendy dengan air anggur. “Silahkan, ….. Mr. Rendy,” tuturnya. Rendy mengambilnya, sementara matanya menatap hidangan yang telah tersedia di meja. Rendy tersenyum, ternyata disitu ada pepes ikan mas, sambal dan lalap-lalapan sungguh special Ling Ling Yang berkenan menyediakan hidangan seperti ini.
“Ah, rasanya aku seperti di kampung halaman saja,” ujar Rendy, “padahal di tempatku sendiri aku sudah lama tidak makan seperti hidanagn yang kamu sediakan”.
 “Saya tahu karena istrimu lebih suka menyediakan makanan ala barat, dan bosan menyediakan makanan khas daerahnya.”
“Hey, darimana kamu dapat mengatakan seperti itu,” tanya Rendy.
“Dari surat khabar.”
1843832941“Dari surat khabar?” Rendy kebingungan. “Surat khabar apa yang memberitakan istriku dan apa kepentingannya.”
“Saya bukan membaca berita tentang istrimu tetapi saya membaca secara umum tentang kepribadian-kepribadian kelas atas rakyat Indonesia,” katanya, “orang-orang kaya Indonesia lebih senang makan Pizza, Mc. Donald, Dunkin Donut daripada gado-gado atau nasi uduk,” tambahnya. “Padahal aku lebih suka nasi uduk daripada Pizza keluaran Amerika,” tuturnya lagi.
“Apakah ini alasanmu hingga menyediakan makanan Indonesia untukku,”
“Ya,” jawabnya dengan senyum.
“Jika begitu, kalau kamu nanti ke Indonesia pasti akan aku balas dengan makanan ala Prancis, Italia atau Jepang.”
“Untuk yang terakhir tidak usah kamu balas nanti, karena sudah saya pastikan saya ingin menemanimu ke Jepang.” Berderailah tawa mereka. Hidangan di atas meja sedikit demi sedikit sudah beralih ke perut masing-masing. Rendy cukup senang, karena sudah ada jawaban pasti dari Ling Ling Yang bahwa dia akan menyertainya dalam perjalanan ke Jepang. Namun sebelumnya Rendy harus menyelesaikan dulu kontrak-kontrak yang dilakukannya di negeri mungil ini.

* * * * * * * * * * *

  Dalam pertemuan dengan pihak buyer, Rendy kembali menawarkan suatu produk baru yang dikeluarkan oleh perusahaannya, “Kami berani mengatakan bahwa produk baru yang kami tawarkan ini adalah suatu produk super first Quality. Lebih berkualitas daripada produk yang kami pasarkan selama ini,” ujar Rendy menawarkan dan mempromosikan. “Kelebihan daripada produk baru kami ini adalah terbuat dari bahan-bahan pilihan utama yang ada di dunia. Hal ini sudah merupakan sebagai jaminan bahwa kami ingin memberikan yang terbaik untuk pelanggan kami”.
Demikian lincahnya Rendy dalam usaha mempromosikan dan memasarkan produk terbarunya ini. Sehingga nyaris semua waktu presentasi tersita oleh Rendy. Karena Rendy tidak puas bila tidak menjelaskannya secara tuntas dan mendetail tentang keunggulan produknya. Harapan Rendy sesuai dengan target yang dibebankan padanya adalah tercapai suatu kontrak pembelian minimal 10.000 ton/tahun di tahun 2005/2006. Bila kontrak ini tercapai terhadap 1 buyer, maka beban-beban kontrak terhadap buyer-buyer lainnya akan mudah.
Break even point dalam satu tahun berjalan sudah tercapai untuk tahap pertama. Tak lama kemudian satu instrupsi pun terjadi, “Anda hadir di sini berkedudukan sebagai apa Mr. Rendy,” tanya salah satu peserta.
“Direksi,” jawab Rendy tegas
“Tetapi saya menemukan kartu nama Anda berkedudukan hanya sebagai General Manager,” peserta lain menunjukkan kartu nama identitas Rendy.
”Secara operasional dalam proses produksi saya berkedudukan sebagai General manager, namun dalam operasional pemasaran kali ini, pimpinan perusahaan mempercayakan kepada saya sebagai marketing director. Untuk masalah ini saya kira bukan masalah, toh dalam surat No.05/Pem/Exp/Ina/05/05 dengan jelas saya ditunjuk untuk melaksanakan wewenang ini, “It’s Okey !” ujar Rendy menegaskan dengan rasa percaya diri yang tinggi. Dan yang lain pun nampak setuju, namun dalam benak Rendy ada tanda tanya darimana dia mendapatkan kartu nama itu.
Lima belas menit kemudian, rapat yang mendebarkan itu pun usai. Dengan kesepakatan 5000 ton untuk tahap pertama dapat segera di kirim di semester pertama tahun depan. Satu awalan yang bagus untuk prestasi Rendy. Keluar dari ruang meeting Rendy mendekati Mr. Rojak Abdul Jalil yang memperlihatkan kartu nama Rendy tadi, disapa oleh Rendy, “ Mr. Jalil, boleh saya tahu, dari siapa Anda mendapatkan kartu nama saya ?”
“Miss Rossa, recepsionis hotel dimana Anda menginap,” jawabnya jujur  
“Apakah dia adikmu,” tanya Rendy lagi.
“Ya, adik yang paling setia dalam suka duka, tempat berbagi rasa dan juga tempatku berlabuh.”
“Mr. Jalil, saya semakin tidak mengerti,” tanya Rendy lagi sedikit menyelidik.
“Semua orang bisa memilikinya asal punya….,” ujarnya. Tangannya memberi isyarat dengan mengusap-usapkan jari telunjuk oleh ibu jari yang berarti uang. Rendy puas dengan jawaban jujur Mr. Jalil, sekalipun dia ingin protes kenapa Miss Rossa itu sampai-sampai memberikan kartu namanya pada Mr. Jalil, bukankah lebih baik jika dimiliki dan disimpan saja. Ataukah ada hubungan khusus diantara mereka, pikir Rendy. Ini membuat Rendy penasaran dan ingin segera memperoleh jawaban.
Usai rapat dan percakapan singkat dengan Mr. Jalil, Rendy langsung mengarahkan mobilnya ke rumah Ling Ling Yang, perjalanan kurang lebih memakan waktu 90 menit. Seperti sudah diduga Ling Ling Yang pasti ada di rumah, bahkan terkesan ia sudah mempersiapkan diri untuk menyambutnya. Pakaian yang dikenakannya pakaian malam berwarna hitam, dilingkaran dada dan pundak nampak renda-renda bergemerlapan. Pakaian malam yang dikenakan memiliki belahan yang sangat tinggi diantara kakinya yang jenjang. Turun dari mobil, Rendy disambutnya dengan kedua tangan yang terbuka. Rendy pun masuk dalam pelukannya, secara jujur dalam hati Rendy agak rikuh namun tak kuasa menolaknya. Bahkan sebuah ciuman pun tak terhindarkan.
SEDAN_PAPAHSetiap kali ciuman mendarat di pipi Rendy, Rendy langsung membalasnya dengan ciuman di bibir. Rendy sangat gemas dengan bibir Ling Ling Yang yang sangat sensual. Dan ia sering menggigit lembut  bibir sensual Ling Ling Yang. Bahkan bokong Ling Ling Yang, yang seperti gitar spanyol itu tidak lepas dari remasan Rendy. Dan Rendy sering sambil mengangkatnya ketika berciuman sehingga ciuman mereka terasa lebih dalam, hangat dan lebih lama.
Seperti biasa pembicaraan mereka akrab dan terbuka. Keduanya klop dalam segala aspek pembicaraan, mulai dari politik, ekonomi, bisnis, hakekat kekuasaan Tuhan sampai-sampai ke masalah urusan ranjang.
Dan Rendy pun secara jujur mengatakan kepada Ling Ling Yang bahwa dia sekarang sudah dikarunia 2 orang anak, girl and boy, dengan nama Ismayana dan Fredy. Rendy pun memperlihatkan foto kedua putra-putrinya. Ling Ling Yang menatapnya dengan serius, tanpa memberi komentar hanya matanya nampak berkaca-kaca. Terlihat dengan jelas ada rasa haru nampak di matanya, Rendy pun bertanya, ”Ada apa, Yang?”
“Sungguh saya sangat gembira dan terharu melihat anak-anakmu. Alangkah bahagianya keluargamu dengan memiliki dua anak yang manis-manis,” ungkapnya, ”apakah aku bisa memilikinya?”
“Pasti,” jawab Rendy.
“Tidak Rendy.”
“Kenapa tidak, Yang.”
“Saya sudah tidak mungkin lagi hamil,” akunya. “Hasil pemeriksaan dokter menunjukkan rahimku sedikit ada kelainan sebagai akibat dari kebiasaan masa lalu. Saya sudah berobat ke sana ke mari, sampai ke Amerika dan China namun sementara ini hasilnya masih nihil.”
“Apakah ini sebagai akibat dari dirimu sendiri atau dari suamimu juga,” tanya Rendy.
“Entahlah …..” kepala Ling Ling Yang menunduk.
“Kamu katakan ‘sementara ini’ berarti masih ada harapan dong,” hibur Rendy sambil mendekapkan kepalanya ke dada Rendy. Dan Ling Ling Yang pun mencium dada Rendy, harum khas laki-laki. Sebaiknya kita mandi dulu, ajak Ling Ling Yang. “Mengapa harus kita, bukankah kamu sudah mandi?” tanya Rendy.
1826283269Tanpa harus dijawab olehnya, Ling Ling Yang menuntun Rendy ke arah kamar mandi. Dibukakannya kancing baju Rendy satu per satu hingga ia telanjang dada. Tidak puas hanya membuka baju, Ling Ling Yang pun untuk kedua kalinya dalam pertemuannya kali ini membukakan celana Rendy, langsung dengan celana dalamnya. Ia sekarang lebih leluasa tidak seperti waktu di mobil.
1017427257Baju Ling Ling Yang sendiri belum dibuka dan Rendy tidak melakukannya. Rendy 100% hanya menikmati apa yang dilakukan Ling Ling Yang. Tubuh Rendy di siram air melalui shower, tubuh Ling Ling Yang didekapkan pada tubuh Rendy yang telah bugil. Rendy bagaikan patung bernafas tetap diam berdiri tegak. Sementara ciuman Ling Ling Yang mulai mengarah  ke dada Rendy setelah puas melumat bibir Rendy, dan merasakan kejantanan dagu dan pipi-pipi Rendy yang berbulu usai dikerok. Gesekan pipi Rendy membuat Ling Ling Yang bergairah sekalipun Rendy dalam posisi pasif.
Permainan Ling Ling Yang terus mengarah ke bawah, ke perut hingga akhirnya sampai ke alat vital Rendy yang besar, tegang, keras dan tetap hangat. Dengan lembut Ling Ling Yang memainkannya, menjilatinya dengan lidah, mengulumnya maju mundur dan terkadang pinggul Rendy yang dibuatnya maju mundur. Kuluman Ling Ling Yang nyaris menelan seluruh alat vital Rendy. Rendy mendesah, “Yaa … uuh yee …, nikmat sekali sayang,” rintihnya.
017Ketika Ling Ling Yang masih asyik memainkan alat vital Rendy, Rendy membasahi diri dengan shower hingga baju Ling Ling Yang pun basah kuyup olehnya. Ling Ling Yang berdiri, Rendy segera membukakan gaun malam Ling Ling Yang yang telah basah kuyup. Dengan sekali tarik tubuh Ling Ling Yang sudah nampak bugil. Ia tidak mengenakan BH, bahkan CD pun rupanya tidak. Hal ini semakin mempermudah Rendy. Diremas-remasnya buah dada Ling Ling Yang sebelah kiri, sementara buah dada sebelah kanan  sedang dalam penggarapan bibir Rendy. Rendy sangat gemas dengan payudara Ling Ling Yang. Sekitar 5 menit bibir Rendy bermain di gunung Ling Ling Yang, hingga akhirnya meluncur ke arah perut, kemudian memutar ke belakang hingga pantat yang montok itu tidak lepas dari garapan Rendy. Namun itu tidak berlangsung lama, Rendy segera berputar kembali dan langsung berharapan dengan kemaluan Ling Ling Yang yang nampak mungil. Rendy sangat suka dengan vagina yang sempit.
Sejenak Rendy menatap vagina Ling Ling Yang, secara berlahan Rendy menciumnya secara lembut. Tangan Ling Ling Yang menekan kepala Rendy sebagai isyarat minta lebih dalam lagi. Tangan Rendy sedikit membuka vagina Ling Ling Yang, hingga terkuak itil kecil menggoda. Rendy menjilatnya, Ling Ling yang menggeliat. Rendy mengisapnya, Ling Ling Yang mendesah ouh yee … ouh yee …. Hal ini terus Rendy lakukan secara berulang-ulang sampai akhirnya Ling Ling yang tidak tahan lagi. Ling Ling Yang memutar badannya dan menyororkan pantatnya, ia meminta dimasukkan dari arah belakang.
Bukan hal yang sulit bagi Rendy, dengan satu kali bidikan saja rudal Rendy langsung terhujam ke liang vagina Ling Ling Yang yang sudah basah. Sekalipun basah dirasakan oleh Rendy cengkramannya cukup kuat dan ini menambah nikmat yang Rendy rasakan. Dengan semangat tinggi Rendy mengoyang-goyang pantatnya maju mundur, yang dirasakan adalah nikmat yang sangat luar biasa yaa ..h, oo…h yee, desah Rendy. Begitu pun dengan Ling Ling Yang yang terucap adalah terus sayang, terus sayang oo..h nikmat sekali. Rudal kamu keras sekali sayang … yeee, terus sayang, terus sayang yee … Hingga akhirnya Rendy tidak kuat lagi cret cret cret … dirasakan secara bersamaan. Rendy merasakan klimaks Ling Ling Yang, begitu juga Ling Ling Yang merasakan klimaks Rendy, air maninya memuncrat  deras ke liang vagina Ling Ling Yang. Dan mereka pun terkulai lemas di kamar mandi, Rendy memeluk Ling Ling Yang dari belakang, sementara badan Ling Ling Yang menempel lekat di dinding kamar mandi. Entah berapa lama mereka menghabiskan waktu di kamar mandi sampai akhirnya mereka mandi secara bersama-sama.
Bintang-bintang bersinar  terang di langit sana. Sementara lampu-lampu dari pesawat pun hampir tiada henti berkerlap-kerlip bertaburan di atas langit. Alangkah padatnya jalur penerbangan dari dan ke Singapura ini. Hampir dipastikan, tiada satu pun negara di dunia ini yang tidak memiliki rute ke Singapura.
Kedua insan yang rindu akan kehangatan ini masih terkulai lemas,  kini telah beralih di atas ranjang. Rendy segera berkemas-kemas untuk kembali ke Hotel, karena untuk acara esok masih ada yang harus dipersiapkan. Tinggallah Ling Ling Yang dalam kesepian namun Rendy menghiburnya dengan satu kecupan ke kening. ”Selama saya masih berada di sisimu, kita akan bercinta terus setiap hari,” janji Rendy. “Sampai ketemu besok, sayang,” ucap Rendy meninggalkan Ling Ling Yang yang masih berada di atas ranjang. Ling Ling Yang hanya memberi isyarat dengan kedipan mata yang berarti setuju dengan ucapan Rendy.
,[Sesampai di kamar hotel Rendy berencana akan mempersiapkan materi presentasi untuk besok. Ia pun segera melepaskan semua atribut yang melekat di pakaian dan badannya seperti; jas, dasi, jam tangan dan ikat pinggang yang mengganggu geraknya. Sambil bersiul-siul. irama slow rock mengiringinya. Rendy berdendang ria mengikuti irama lagu itu. Rendy berjalan ke sana ke mari, namun tiba-tiba BLEP!!! Lampu padam, tape terhenti.
Rendy mulai meraba-raba dalam kegelapan. Ia mencoba untuk menghapal semua sudut ruangan, letak saklar, telepon, letak lampu senter atau alat apa saja yang dapat membantunya. Sebelum ia berhasil meraih tombol sakral tiba-tiba BYAR!! lampu menyala kembali dan musik kembali mengalun. Belum hilang oleh kaget mati lampu, Rendy dikagetkan lagi dengan kehadiran seorang wanita yang tak dikenal. Tapi rasa-rasanya Rendy pernah melihat. Rendy mencoba untuk mengingat-ingat. Dan, ”Ya …, kamu adalah Rossa. Rossa receptionis hotel ini,” ucap Rendy. Yang ditunjuk menganggukan kepala sebagai tanda mengiyakan. ”Tetapi kenapa kamu masuk ke kamar saya dengan cara yang tidak sopan,” ujar Rendy memprotes pada Rossa yang berpenampilan seksi.. Mata Rendy sudah tidak bergairah lagi sekalipun Rossa berpenampilan sangat seksi. “Saya mau mandi dulu,” ujar Rendy  meninggalkan Rossa.
“Boleh saya ikut,” goda Rossa.
“Maaf Rossa saya sungguh sibuk malam ini,” ucap Rendy dengan ekspresi kurang senang.
OK, see you tomorrow again,” ujar Rossa bergegas meninggalkan Rendy.
Rendy merasa tidak enak, akhirnya dia menahan Rossa setelah ia sampai di pintu. ”Rossa, sungguh saya minta maaf, karena malam ini saya harus mempersiapkan segala sesuatu untuk acara besok.”
No problem,” jawab Rossa ringan. JEDOR! pintu kamar ditutup dengan keras oleh Rendy.


Acara pagi ini Rendy harus bertemu dengan Mr. Abdul Latief perihal pembelian barang yang dibutuhkan oleh perusahaan di mana Rendy bekerja. Hal yang diamanatkan oleh pimpinannya kepada Rendy adalah mendapatkan barang yang dibutuhkan dengan harga murah, sedapat mungkin minta discount. Barang yang dibutuhkan saat ini adalah seperangkat mesin diesel  mungil namun berkekuatan cukup tinggi. Irit dalam penggunaan bahan bakar dan mudah dalam perawatan. Penawaran yang diberikan Mr. Latief  sebelumnya diharapkan dapat dinegosiasikan lebih lanjut. Dan sebelum terjadi transaksi Mr Latief mempersilahkan Rendy untuk melihat, meninjau dan menguji di pabriknya.
Sesampai di kantor Mr. Latief, Rendy disambut oleh bawahan Mr. Latief dengan ramah dan sopan. Diantaranya memperkenalkan diri; Mr. Lee, Mr. David dan Mr. Hasan. “ Rendy Aditya Putra,” jawab Rendy. Mereka berempat melangkah memasuki ruangan oval dan di sana ada 5 pintu, Rendy diajak ke salah satu pintu diantaranya. Mr. Latief  sudah menunggu di sana. Ia meletakkan gagang telepon dan segera menyambut Rendy. Mereka bersalaman dan sama-sama mengucapkan, ”Selamat pagi”.
“Tak kukira ternyata Mr. Rendy masih muda dan gagah,” puji Mr. Latief, “apa olah raga Anda?”
“Renang, 200 meter per hari dan jalan 5 km per 3 hari serta Fitness setiap minggu.” Rendy sadar dalam melakukan lobi seperti ini bohong sedikit bukan masalah.
“Wow, Anda sungguh luar biasa Mr. Rendy.” Rendy tetap tenang dipuji demikian dan tidak membalas untuk memuji lawan bicaranya, sekalipun dalam hati kecilnya Mr. Latief ini tetap segar bugar di usia senja. Dan masih tetap pegang kendali sebagai pemegang saham mayoritas di sebuah Holding Compagny yang berbasis di sektor perdagangan industri berat.
Mobil yang biasa digunakan di lapangan golf sudah tersedia untuk mengajak Rendy berkeliling di pabriknya. Mr Latief menunjukan semua barang dagangannya dan kelebihan-kelebihan dari barang masing-masing, termasuk salah satu barang pesanan Rendy. Diceritakan secara detail dan diuji coba. Mr Latief sendiri yang memijat-mijat tombol mesin yang tersedia, sehingga di sana terlihat grafik turun naik antara batas maksimal dan minimal, juga sistem penggunaan bahan bakar yang minimal. Mesin ini jelas merupakan suatu produk buatan salah satu negara Eropa yang terkenal akan produksi mesinnya. Usai keliling mereka kembali ke kantor dan langsung masuk ke ruangan meeting. Di sana sudah tersedia layar monitor dan slide untuk presentasi. Lampu pun dimatikan dan layer monitor segera menampakkan gambar. Ternyata itu adalah contoh-contoh pabrik yang telah menggunakan mesin diesel dari hasil penjualan Mr. Latief. Negara yang banyak menggunakannya, Malaysia, Vietnam dan Indonesia. Rendy pun kagum atas penjelasan yang diberikan Mr. Latief, sangat memuaskan. Ia merasa sudah sangat paham untuk mengambil keputusan terhadap barang yang dibutuhkannya, sehingga tidak perlu banyak pertimbangan lagi. Dalam benaknya sudah ada keputusan.
Keluar dari ruang meeting rombongan kecil ini selanjutnya diajak ke ruangan khusus untuk makan siang. Lengkap dan sempurnalah semua pelayanan yang diberikan, bahkan Mr. Latief pun sudah menyediakan kamar khusus untuk tamu-tamu kehormatan. Rendy menolaknya, karena ia sudah pesan  hotel dan esok sudah harus melanjutkan perjalanan ke Jepang. Ke Jepang kali ini murni liburan dan Rendy sudah terbayang akan indahnya perjalanan bersama Ling Ling Yang.
Sungguh Rendy punya kesan khusus berbincang-bincang dengan Mr.Latief, maka amatlah wajar bila Singapura sangat sukses akan sektor perdagangan sekalipun Singapura bukan Negara penghasil suatu barang.
Di ruang khusus itu hidangan yang disajikan sangat special, variasi, khas masakan Indonesia; ayam bakar, gado-gado, sampai rebus petai. Dan ada pula masakan khas India, karena Mr. Abdul Latief salah satu warga negara turunan India. Di sana ada sop monyet lengkap dengan kepalanya, goreng ular kobra yang sudah dihiasi oleh tomat, jeruk limo dan daun kol. Sementara minumannya pun aneka ragam, ada minuman buah, minuman keras, kopi, teh, susu, sampai air putih. Rendy memilih air dingin, sementara Mr. Latief menawarkan Wisky dicampur coca-cola dan martini dari prancis, hasilnya OYE sangat menyegarkan dan langsung terasa ke badan serta hidung. Rendy baru kali ini merasakan campuran yang sangat pas komposisinya.
Pukul 15.00 waktu setempat segala perjamuan dan kesepakatan pembelian telah ditandatangani sekaligus dengan jaminan pengirimannya untuk sampai ke pelabuhan Panjang Bandar Lampung. Rendy pamitan dengan semua jajaran direksi. Ke luar dari kantor, sebuah mobil Limosin menjemputnya. Rendy kira ini sebuah service yang diberikan Mr. Latief, ternyata tidak. Limosin itu ternyata tak lain punya Ling Ling Yang, sungguh perhatian ia padanya.
Mobil Limosin yang ditumpangi tidak meluncur ke Hotel tidak juga ke rumah Ling Ling Yang, melainkan menuju ke suatu pantai kemudian menuju ke suatu pulau dengan menggunakan speedboat. Rendy ingin protes tetapi naluri ingin tahunya mengajak diam. Semua transport sudah diatur dengan baik sehingga dari satu tempat ke tempat lain berjalan dengan lancar. Hanya memakan waktu sekitar 2 jam, Rendy sudah berada di  villa dengan alam yang sangat berbeda.
Tidak ada lagi ciri-ciri bahwa mereka masih tetap berada di singapura. Keberangkatan Rendy ke Tokyo besok rasanya akan tertunda, apalagi Ling Ling Yang banyak menawarkan hiburan-hiburan lainnya yang menarik. ”Saya kalau begini bisa tertunda nih berangkat ke Jepang,” ujar Rendy kepada Ling Ling Yang. Ia hanya tersenyum dan menarik tangan Rendy untuk melihat ke suatu arah yang ditunjuk. Rendy masih belum dapat melihat dengan jelas, lalu diberinya teropong. Ah ternyata dari pulau tempat Rendy berada masih ada pulau yang lebih kecil lagi. Tetapi yang nampak hanyalah pohon kelapa yang tinggi, nyaris disana tidak berpenghuni tapi pasti ada penghuninya. “Apakah kamu akan mengajak aku ke sana?” tanya Rendy.
“Bagaimana dengan keberangkatanmu ke Tokyo?” Ling Ling Yang balik bertanya.
“Aku harap masih sesuai dengan rencana”.
“Sebaiknya kamu tunda,” katanya. Tangannya mengambil handphone. Rendy mencegahnya,
“Hei, apa yang kamu lakukan”.
“Membatalkan tentang rencanamu besok, karena di sini masih banyak yang menarik yang belum kamu ketahui,” tuturnya.
“Perlu berapa lama kalau saya turuti untuk mengetahui seisi Singapura,” ujar Rendy
Badannya berpaling ke arah yang berlawanan. Dilihatnya banyak muda-mudi yang baru turun dari speedboat di pulau ini. Ling Ling Yang memeluknya dari belakang, “Don’t worry darling, esok lusa pasti kita berangkat bersama.” Rendy lega mendengar Ling Ling Yang mengatakan itu sekalipun ia harus rela bermalam satu hari lagi di negeri pulau ini. Dalam hatinya berkata, tidak mengapa toh Ling Ling Yang sangat istimewa memberikan service.
Malam pun datang dengan bertaburan bintang, dan diantara batas-batas garis cakrawala nampak lampu-lampu bertebaran menghiasi rembulan. Indah warna-warni dan bervariasi. Sementara 100 meter dari tempat Rendy berdiri, ombak bergemericik mengiringi alunan musik yang keluar dari CD. Ling Ling Yang bersenandung larut dalam kebahagiaan, sementara Rendy hatinya berbunga-bunga karena baru pertama kali berkesempatan menikmati indahnya panorama dan indahnya liburan.
Di Dermaga tak jauh dari villa tempat Rendy menginap, muda-mudi masih tampak, ada yang keluar dan ada yang masuk ke pulau ini. Ling Ling Yang ke luar dengan membawa minuman. Pakaian yang dikenakannya bagai baju kebaya sementara bawahannya berbelit kain dengan corak bunga-bunga, rambutnya terurai bergelombang dan bertambah manis dengan adanya tiupan angin, ditambah dengan indahnya cahaya rembulan menerpa wajahnya. Ah sungguh bagaikan bidadari.
Tidak dapat dipungkiri kali ini Rendy benar-benar dibuat gemas oleh penampilan Ling Ling Yang bak bidadari. Setelah puas menatap wajah Ling Ling Yang yang menawan, Rendy lantas menggendongnya. Ia angkat Ling Ling Yang kemudian ia dudukan di pangkuannya. Tiada kata yang terucap, hanya angin laut yang berbisik mesra. Rendy membelai-belai rambut Ling Ling Yang yang selalu tertiup angin. Ia cium bibirnya dengan mesra, lembut, hangat dan hisapannya dirasakan oleh sekujur tubuh.
Tak jauh dari tempat Rendy bermesraan dengan Ling Ling Yang, nampak seorang wanita sedang duduk berbaring di atas kursi panjang. Arahnya menghadap pantai. Sejenak Rendy dan Ling Ling Yang menghentikan percumbuannya. Tatapannya diarahkan kearah wanita yang tak jauh darinya. Rendy dan Ling Ling Yang diam membisu menyaksikan ulah wanita itu. Kedua pahanya dibuka lebar, sementara tangan kirinya memegang sesuatu yang dimasukkan ke vaginanya. Yah, wanita itu sedang melakukan manturbasi sendirian. Suaranya merintih-rintih sendirian, sementara tangan kanannya meremas-remas buah dadanya yang tidak besar. Ling Ling Yang dan Rendy hanya senyum-senyum menyaksikan tingkah wanita itu. Cukup lama pula wanita itu melakukan manturbasinya hingga  mencapai klimak, dengan mengeluarkan suara keras ke arah Rendy. “Ye .. ye … ye, oye oye …”. Sampai akhirnya suara itu menghilang dengan sendirinya.

Malam berlalu pagi pun datang, sampai siang hari mereka berdua masih menikmati semua fasilitas yang ada di pulau itu hingga menjelang petang mereka baru bersiap-siap bergegas meninggalkan pulau itu. Tepat waktu maghrib Rendy sudah berada di hotelnya dan Ling Ling Yang pun sudah kembali ke rumahnya.

Jam keberangkatan ke Tokyo pukul:08.00 waktu setempat,Rendy sudah berada di Bandara. Ling Ling Yang belum menunjukkan batang hidungnya. Rendy sudah melakukan cek in, agak gelisah ia, matanya terus mencari-cari ke seluruh sudut Bandara tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda Ling Ling Yang ada diantaranya. Rendy menuju telepon umum, ia telepon ke rumahnya. Di rumahnya telepon tidak ada yang mengangkat. Diletakkannya dengan kesal, kembali pandangannya mencari-cari, sementara matanya terus mencari-cari barangkali Ling Ling Yang menyusul dengan tergopoh-gopoh sampai akhirnya Rendy sudah berada di dalam burung “Cathay Pacific” yang akan membawanya ke Jepang. Akhirnya Rendy pasrah di perjalanan ini tanpa didampingi Ling Ling Yang sebagaimana rencana kemarin. Pesawat sudah tinggal landas, sementara di atas balkon bandara seorang wanita menatap tajam atas keberangkatan si burung Cathay Pasific itu. Dan persis di belakng wanita itu ada seorang pria berbadan tegap, bermata sipit tangannya melingkar di pinggangnya. Dan tiba-tiba wanita itu berontak sambil mendorong pria yang sedang memeluknya, “You crazy. Saya benci kamu  dan kamu adalah orang yang paling saya benci di dunia ini. “Sementara sang pria itu hanya senym-senyum simpul melihat kelakuan wanita yang di hadapannya ngamuk.
 “Apa sih yang kamu harapkan dari makhluk yang bernama Rendy Aditya Putra itu,” tuturnya sinis.
“Asal kamu tahu Ko Mung Chang, dia adalah pria yang memiliki sejuta cerita indah denganku”.
“Hanya cerita indah yang tidak pernah kongkrit, itukah yang kamu maksudkan Ling Ling Yang,” ujar Ko Mung Chang.
“Kamu tidak berhak tahu atas hubunganku dengannya”.
“Ya, kamu betul untuk apa aku harus mengetahui tentang kamu dan dia, tetapi itu berlaku seandainya aku tidak punya rasa cinta kepadamu”.
“Cinta,…?” Ling Ling Yang semakin tidak mengerti, padahal dirinya sudah bersuami, “Apa maksudmu, bukankah kamu sudah mengetahui bahwa aku sudah berkeluarga ,” ujar Ling Ling Yang dengan kesal.
“Aku tahu dan sangat mengerti, tetapi tidak layakkah aku untuk mencintaimu dan bercinta denganmu.”
“Itulah yang membedakan antara kamu dan Rendy, kamu tidak pernah menganggap aku sudah berkeluarga padahal kamu mengetahuinya. Jadi jangan salahkan aku bila aku semakin membenci terhadap dirimu,” ucap Ling Ling Yang, hatinya semakin rapat menutup hati pada Ko Mung Chang. Rencana berangkat ke Jepang gagal gara-gara oleh si Ko Mung Chang ini. Satu perbuatan yang tidak dapat dimaafkan oleh Ling Ling Yang, ia mengangkat kembali tasnya untuk dimasukkan ke dalam mobil. Ko Mung Chang berkata, “Jangan kaget bila dalam 2 atau 3 hari ini ada berita warga negara Indonesia ada yang terbunuh di Jepang”.
Ling Ling Yang kaget, ia kembali membalikkan badan, “Apa maksudmu, Ko Mung Chang”. Ling Ling Yang sangat kuatir ini bukan ancaman kosong.
“Aku hanya mengingatkanmu bahwa orang semenanjung tidak akan mengalah kepada orang Melayu”. Tatapan matanya dingin, tidak ada lagi senyuman sinis tetapi berganti menjadi ancaman.
“Jadi apa maumu,” tanya Ling Ling Yang seolah ingin menyelesaikan persoalan lama diantara mereka. Satu penawaran yang sangat ditunggu-tunggu oleh Ko Mung Chang, “Bercinta denganmu malam ini,” Ling Ling Yang menepuk dahi, “Oh My God.” Dan dia bertanya lebih lanjut, “Apakah jika ini terkabulkan akan menyelesaikan segala perselisihan diantara kita ?”
“Pasti dalam 2 atau 3 hari ini tidak ada berita pembunuhan WNI di Jepang.” Satu jawaban yang sangat tidak memuaskan bagi Ling Ling Yang dan tidak ada pilihan.

******************

Udara di Tokyo di akhir tahun ini sedang bersemi. Bunga-bunga mekar menghiasi pertamanan kota. Muda-mudi Jepang bersuka ria menikmati kesegaran udara, kesejukan cuaca dan keindahan alam. Turis-turis manca negara banyak berdatangan. Bandar udara Tokyo nampak sibuk dengan tamu-tamu dari belahan dunia; Eropa, Amerika, Asia, Afrika semua tumplek jadi satu untuk menikmati keindahan, kesejukan dan kesegaran musim semi tahun ini di Jepang. Rendy sungguh tidak menyangka bahwa kedatangannya ke Jepang bertepatan dengan satu musim yang bagus. Tidak ada prediksi akan terjadi gempa, hal ini turut mendukung keamanan tamu-tamu yang akan menikmati liburan di negeri samurai ini. Rendi kali ini sedang berada di suatu taman, metanya menatap ke langit dengan satu harapan Ling Ling Yang ada di antara pesawat yang melintas. Di sekeliling Rendy dari anak-anak sampai nenek-nenek, benar-benar menikmati keindahan bunga-bunga yang ada di sana. Dan bukan hanya itu, di sini dilengkapi pula dengan permainan-permainan yang biasa dinikmati oleh segala usia. Yang lucu, unik, seram dan modern semua ada di sini, Rendy pun terasa enjoy sekalipun ada kekurangan, yaitu tidak bisa menikmati bersama keluarga atau bersama Ling Ling Yang. Rendy teringat akan keluarganya; istrinya anaknya Zashika, Aditya dan si kecil Iput..
Dua tahun yang lalu Rendy sempat menikmati liburan dengan ketiga anaknya  dan istri. Rendy dan keluarga dapat menikmati liburan bertepatan dengan liburan akhir tahun dan Rendy mendapatkan bonus berupa tiket dari perusahaan kala itu. Sedangkan kali ini Rendy dapat berlibur karena bertepatan dengan tugas, sungguh suatu kesempatan yang kurang tepat untuk keluarga.
“Rendy, Rendy…,” seseorang memanggil.
Ah, ternyata Rendy tidak sendiri ada seorang gadis yang menemani, “Ada apa Ira?” Gadis yang bernama Ira itu menarik tangan Rendy. Dan mereka berdua lari ke suatu tempat, ternyata di sana ada suatu karnaval bunga yang diikuti oleh berbagai negara sahabat. Kamera yang menggantung di leher Rendy segera digunakan. Ira turut larut dalam irama lagu dan tari yang mengiringi peserta karnaval, ia berputar-putar dan berjingkrak-jingkrak dengan para penari. Sementara Rendy sendiri tak henti-henti mengabadikan moment-moment indah itu; jepret,jepret…Rendy semakin terpesona dengan gerak lincah Ira. Nama lengkapnya Nona Irawati. Kamera Rendy lebih banyak dibidikkan ke Ira daripada ke Karnaval bunga yang ada di hadapannya. Sementara Ira sendiri semakin lincah bergaya, “Cantik dan rupawan,” gumam Rendy dalam hati. Pantaslah ia menjadi salah satu pramugari maskapai Garuda Indonesia.
Rendy dan Ira dapat bersama di Jepang ini ternyata bukanlah suatu kebetulan, khusunya buat Ira. Dalam perjalanannya dari Indonesia ke Singapura, ketika itu ada sesuatu yang jatuh dari tangan Rendy ke baki seorang pramugari. Rendy tidak tahu ketika itu, sementara sang pramugari menyangkanya disengaja. Maka jangan salahkan pramugari yang ternyata bernama Irawati itu bila ia kini dapat bertemu Rendy di Jepang. Tidak sulit bagi seorang pramugari apalagi di akhir-akhir tahun yang suka mendapatkan tiket untuk bepergian ke luar negeri. Ini merupakan suatu keberuntungan bagi Rendy.
Setelah merasa lelah, Ira mengambil kamera yang dipegang Rendy, kemudian difotonya Rendy oleh Ira. Tidak hanya sampai disitu, Ira pun meminta bantuan pihak ketiga untuk dapat berfoto dengan Rendy. Jepret! Sungguh Rendy keberatan, kuatir kalau-kalau sampai ke tangan istrinya. Tapi malang tak dapat ditolak dengan kecut Rendy berfoto bersama Ira, dalam hati, “Foto itu kelak harus dimusnahkan.”
“Kita istirahat dulu, yo,” pinta Ira
Tanpa harus bilang,ya. Rendy melangkah ke suatu kedai minuman. Tak banyak jenis minuman yang ditawarkan, hanya ada soft drink, the pahit dan jus. Ira pesan the pahit khas jepang, Rendy juga. “Untung mas Rendy memberi kartu nama lengkap dengan alamat sehingga sasaran saya jelas akan berliburan kemana. Coba jika mas Rendy tidak memberikan kartu nama pasti liburan saya tidak berkesan,” ujar Ira.
Rendy merasa susah untuk menjawab karena dia sendiri tidak merasa memberikan kartu nama pada Ira. Rendy jadi teringat ini kejadiannya sama dengan Miss Rosa, recepsionis hotel yang secara tiba-tiba memberikan kartu nama kepada Mr. Rojak Abdul Jalil. Namun untuk tidak membuat malu nona Ira, Rendy hanya menanyakan, “Apa pertimbanganmu sehingga lebih percaya untuk liburan bersamaku.”
Feelingku mengatakan bahwa mas Rendy pasti orangnya baik.”
“Dasarnya?” tanya Rendy ia ingin tahu.
“Aku sudah tahu semua identitas mas Rendy, pekerjaannya, alamat kantornya, alamat rumahnya, nama istrinya dan juga putra-putrinya yang bernama Zashika dan Aditya,” tuturnya lagi tanpa merasa berdosa.
“Apakah kamu termasuk CIA?” selidik Rendy merasa tidak setuju juga dengan diketahui semua alamatnya.
“Apakah Mas Rendy keberatan,” tanya Ira. Rendy merasa tersindir, perasaannya juga diketahui. Belum sempat dijawab, Ira sudah bertutur lagi, “supaya kedudukan satu-satu; Nama saya sebenarnya bukan Irawati tetapi Rita Kartika Sari, status titik-titik. Pekerjaan Pramugari, almat Cempaka putih barat No.115. orang tua masih ada, ayah pensiunan BIA (Badan Intelijen ABRI), Ibu dosen. Terlahir sebagai anak bungsu,…..”
“Stop, stop…!” pinta Rendy. Ira pun alias Rita berhenti, ditatapnya Rendy. Rita tahu diwajah Rendy banyak tanda tanya. Justru ini membuat Rita suka.
“Aku sungguh tidak mengenal anda,” tutur Rendy mulai menunjukkan wibawanya, “Dan saya pun tidak percaya nama kamu Rita atau pun Ira. Sungguh kamu adalah wanita asing bagi saya. Sekalipun kita sama-sama dari Indonesia. Identitasmu sungguh misteri, tutur Rendy, “Sebaiknya kita akhiri saja pertemuan kita,” tangan Rendy mengangkat gelas untuk Tos.
Rendy mengangkat gelas, Rita juga. Rendy meneguknya tetapi Rita tidak. Ia berdiri dan melangkah ke belakng Rendy. Tangannya menepuk-nepuk pundak Rendy. Rendy hanya diam tetapi lama-lama ada sesuatu yang terasa sakit di pinggang Rendy, ada benda keras menusuk-nusuk di pinggang. Rendy berpendapat hanya ada dua kemungkinan kalau tidak belati, pistol mengarah ke tubuhnya. Rita sendiri sudah tidak bersuara, dia hanya memberi isyarat dengan bibirnya untuk bangun dan melangkah. Bibir indah Rita kini berubah, jelek dan menyebalkan. Rendy pun melangkah sesuai kemauan wanita penyandra, sebuah mobil telah menantinya. Pintu mobil terbuka, Rendy dipaksa untuk masuk ke dalam mobil, sementara Rita hanya sebatas mengantar, lalu ia berlalu dari tempat itu menuju keramaian karnaval.
Atika96.JPGBertepatan dengan keberangkatan mobil terdengar suara wanita sambil berlari-lari memangggil -manggil nama Rendy. Mobil telah berlalu dari tempat itu, sang wanita itu ternyata Ling Ling Yang, nomor seri mobil itu dicatat oleh Ling Ling Yang untuk dikejar sudah tidak mungkin, Ling Ling Yang memanggil taksi, bukan untuk mengejar tetapi menuju ke hotel dimana Rendy menginap. Sesampainya di hotel, kamr Rendy sudah berantakan ; Lemari, tempat tidur, meja hias, air kamar mandi yang lube, nyaris bak pecah. Ling Ling Yang dapat menduga perbuatan siapa ini, “Bangsat kau Ko Mung Chang,” pekik Ling Ling Yang dalam hati.


Dua hari kemudian, 100 km dari kota Tokyo di belakang sebuah rumah tua dengan halaman yang cukup luas di dapati sosok pria setengah baya dalam keadaan terikat dengan posisi kaki diatas. Tubuhnya nyaris dalam keadaan telanjang, tinggal celana dalam yang tengah robek pula dikenakan. Sementara seseorang bertubuh besar dengan kejamnya memukuli, kemudian disiram air dan disorot dengan lampu yang sangat menyilaukan.
 Sekitar 1 km dari tempat itu mobil polisi meraung-raung menuju sasaran, beberapa saat kemudian ia berhenti di suatu tempat. Semua siap dengan senjata dan posisinya masing-masing. Ling Ling Yang ke luar diantaranya. Ia sudah tidak sabar ingin melihat apa yang terjadi pada diri Rendy. Tanpa harus menunggu komando dari pihak polisi, Ling Ling Yang menyusup diantara taman-taman rumah itu. Ia menyelusup dengan sangat hati-hati, telinganya konsentrasi mengantisipasi keadaan sekelilingnya. Sampai akhirnya dia mendapati Rendy berada dalam keadaan tidak berdaya. Ia ingin segera menolong tetapi situasi tidak mengizinkan, karena ia sadar di sekelilingnya pasti anak buah Ko Mung Chang sedang bersiap-siap untuk menerkamnya. Dan sebelum itu terjadi justru Ling Ling Yang berencana ingin membereskan Ko Mung Chang dengan tangannya sendiri. Ia tetap dengan sabar menyelinap sekalipun hatinya ingin segera menolong Rendy.
Dan pada satu titik tertentu, kaki Ling Ling Yang tepat mengenai wajah yang sangat dibencinya. Dan secara beruntun Ling Ling Yang dengan telak menghajar sosok tubuh itu hingga terjatuh. Dan Ling Ling Yang ingin segera menghabisinya dengan mengeluarkan satu tembakan, dan sosok itu berlari untuk berlindung di balik tembok. Ling Ling Yang ingin mengejarnya tetapi keselamatannya tetap harus dijaga, akhirnya ia menggertak, “ Sebaiknya menyerah saja kau Ko Mung Chang, tidak ada lagi tempat untuk meloloskan diri…..”
Posisinya dalam keadaan siaga,…cha…at.. satu teriakan yang disertai pukulan mengenai tubuh Ling Ling Yang. Terjadi duel ilmu TaeKwonDo dari sepasang yang berseteru ini, Ko Mung Chang ternyata tidak menganggap ringan lawannya. Ini terbukti dengan menggenggam sebatang besi untuk melumpuhkan Ling Ling Yang. Sementara pistol di tangan Ling Ling Yang pun sudah terjatuh sehingga terjadilah pertarungan tangan kosong dengan sebatang besi di pihak lawan. Namun demikian Ling Ling Yang tidak kalah gesit dalam memberikan perlawanan. Ling Ling Yang ingin segera melumpuhkan lawan tetapi lawan sendiri berada dalam posisi lebih menguntungkan dengan sebatang besi di tangan. Arahnya kesana kemari menyambar setiap sudut tubuhnya. Dan tubuh Ling Ling Yang dengan gesitnya meliuk-liuk sampai akhirnya pada satu kesempatan Ling Ling Yang berhasil mendaratkan satu tendangan di dada Ko Mung Chang. Kesempatan ini tidak disia-siakan, segera saja secara beruntun melayangkan tendangan mautnya, hingga akhirnya lawan terjatuh dan sebatang besi yang digenggamnya terlepas. Sekarang keadaan posisi terbalik, Ling Ling Yang yang memegang tongkat besi itu. Dan Ling Ling Yang sampai pada tingkat amarahnya yang tinggi, tidak ada ampun lagi bagi Ko Mung Chang pukulan-pukulan dengan sebatang besi itu mendarat di tubuhnya, hingga akhirnya ia tidak berdaya. Entah tewas entah pingsan Ling Ling Yang tidak perduli lagi, yang terpikir ia ingin segera menolong Rendy.
Namun sebelum niatnya itu terlaksana, 5 orang tukang pukul Ko Mung Chang menghadang Ling Ling Yang. Dan Ling Ling Yang tidak gentar menghadapi kelimanya, semua diserang secara bersamaan. Hingga terjadilah pertarungan yang sangat tidak seimbang. Namun demikian Ling Ling Yang tetap mampu memberikan perlawanan yang berarti. Satu demi satu lawannya sempat mencicipi pukulan maupun tendangan Ling Ling Yang, tetapi apa daya lawan masih terlalu tangguh untuk dihadapi sendirian. Dan tak ampun lagi Ling Ling Yang pun terjatuh dengan bibir berdarah dan luka memar di pelipis matanya. Sekalipun demikian Ling Ling Yang tengah bersiap-siap untuk memberikan perlawanan lagi, hingga akhirnya terdengar bunyi “DOR..!” suara peringatan dari polisi menghentikan kelimanya dan ini digunakan Ling Ling Yang untuk menarik nafas dalam-dalam.
Semua senjata polisi sudah mengarah kepada kelima tukang pukul Ko Mung Chang, dan dalam waktu singkat kelimanya sudah berhasil dibekuk oleh polisi, namun Ling Ling Yang sudah tidak melihat lagi sosok Ko Mung Chang yang tadi telah dilumpuhkannya. Ia rupanya berhasil meloloskan diri sekalipun dengan luka parah tentunya. Ling Ling Yang segera menuju ke arah dimana Rendy masih dalam keadaan tergantung. Dalam sekejap sosok yang sudah lemah itu berada dalam pelukan Ling Ling yang dan tak lama kemudian pertolongan pertama dari pihak kepolisian Jepang pun sudah datang, Ling Ling Yang tetap mendampinginya.
8.jpg
Sudah tiga hari Rendy di Rumah sakit, ia sekarang nampak pulihan. Sudah bisa berjalan dan sekali-kali melakukan push up untuk memulihkan kondisi. Ling Ling Yang masih setia menunggui, ia sangat cemas melihat kondisi Rendy yang tidak berdaya. Rendy hanya sekali -kali saja terbangun dan masih sempat memberikan senyum kepada Ling Ling Yang. Namun Ling Ling Yang masih belum tenang, apalagi dokter belum dapat memberikan keterangan yang pasti. Ia masih saja gelisah hingga akhirnya tertidur di sofa ruang tunggu.
Ling Ling Yang tidak tahu seseorang sudah masuk ke kamar Rendy, bahkan ia dengan mesranya mengusap-usap rambut Rendy. Rendy memejamkan mata merasakan belaian halus dan kasih sayang yang diberikan. Rupanya ia sudah lama juga bersama Rendy, itu nampak banyaknya makanan yang sudah disantap mereka berdua. Perawat datang dengan mengucapkan selamat sore, seperti biasa si perawat akan melakukan penyuntikan terhadap Rendy dan juga mengganti beberapa perban yang menutupi lukanya. Ketika itulah Ling Ling Yang terbangun, ia terkaget dan segera menuju kamar Rendy, dilihatnya jam sudah menunjukkan pk. 17.00 waktu setempat.
Ling Ling Yang seperti orang merasa bersalah mengambil alih posisi wanita yang ada dihadapan Rendy, hingga wanita itu sedikit tergeser. Rendy melihat kejadian itu dan ada perasaan tidak senang dari keduanya, maklum…
Tidak berlangsung lama dari kejadian itu, Rendy akhirnya memperkenalkan pada Ling Ling Yang bahwa wanita yang ada disampingnya itu adalah istrinya yang baru tiba dari Indonesia. “Aku sendiri tidak tahu siapa yang mengabari istriku, bahwa aku kena musibah” ungkap Rendy. Belum sempat ada yang menjawab pertanyaan itu. Mereka berdua nampak mulai akrab dengan saling memperkenalkan diri. Rendy senang melihatnya. Dan Rendy bertanya, “Mah, Zashika dan Aditya tidak diajak?”
“Kalau mama ngajak mereka nanti mama malah sibuk ngurus mereka, bukan ngurus papa.”
“Jangan kuatir Mrs.Rendy, selama ada saya …..Maksud saya anak-anak bisa sama saya.” jelas Ling Ling Yang khawatir disalah tangkap.
“Anak-anak saya nakal-nakal lho, Miss…Mrs…?
“Mrs. John,” tegas Ling Ling Yang.
“Nakal-nakal lho Mrs.John, sama seperti papanya.”
Mereka nampak akrab, namun demikian Rendy tetap dapat menangkap dari keduanya ada jarak yang masih menjadi tanda tanya.
Setengah jam sudah mereka bercakap-cakap hingga akhirnya Ling Ling Yang meminta izin, “Saya permisi dulu sekarang, berhubung Rendy sudah ada mamanya,” kata Ling Ling Yang, “Dan jangan lupa nanti main yah ke rumah saya,” Ling Ling Yang menawari istri Rendy.
“Terimakasih, Mrs.John,” ucap istri Rendy, yang bernama Yuli.
“Terimakasih Ling Ling Yang,” ucap Rendy.
“Oya, Rendy, bahwa yang mengabari istrimu adalah saya, “ucap Ling Ling Yang lagi sebelum keluar dari ruangan itu. “O, kalau begitu aku perlu mengucapkan terima kasih sekali lagi nih. Terima kasih Ling Ling Yang, Terima kasih Mrs. John,” tutur Rendy dan istrinya.


Keindahan dan keramaian Tokyo tetap jauh untuk tertandingi dengan kota-kota di Indonesia. Lampung salah satu kota provinsi masih belum seberapa jika dibandingkan dengan kota Nyota, sebuah kota kecil di Tokyo dimana masyarakatnya pun mayoritas bertani. Bertani full intensif dan berteknologi tinggi. Namun bukan berarti tidak ada yang memegang cangkul. Lampung tempat Rendy berkarya masih sedang membangun diri, tidak ada keistimewaan yang berarti sekalipun ada produk-produk unggulan di kota ini, yang utama kopi, lada dan udang. Sektor yang Rendy geluti adalah sektor udang.
Dari sinilah Rendy bergelut, mengabdikan diri hingga mendapatkan kepercayaan sebagai manajer produksi, bahkan seringkali pula diberi wewenang untuk bertindak atas nama direktur. Salah satu tugas yang sedang dia jalankan ke Jepang adalah dalam rangka itu. Situasi pertambakan kini sudah berubah dari suatu masyarakat yang ramah, penurut dan harmonis berganti menjadi masyarakat yang agresif dan nyaris tidak terkontrol. Situasi reformasi di Indonesia secara umum membawa pengaruh yang kuat terhadap masyarakat pertambakan.
Sekalipun demikian bukan berarti kawasan pertambakan yang pernah berjaya ini tidak akan mengulangi kejayaannya. Segala konsep dan perbaikan manajemen tengah didandani. Hanya investor-investor pemberanilah yang bersedia menanamkan modalnya di tempat itu. Mau tidak mau jika ingin kembali berjaya harus berani menanamkan modal baru. Tugas Rendy ke manca negara juga dalam rangka mencari mesin pendukung agar dapat lancarnya produksi. Kawasan pertambakan Lampung memang bukan kawasan pertambakan biasa. Semua integrited dalam satu wadah dengan skala 100% ekspor. Harapan manajemen, pemerintah daerah bahkan sampai pemerintah pusat, Jakarta sangat peduli akan pemulihan kembali kawasan pertambakan modern yang ada di Lampung itu.
Satu minggu Rendy berbaring di Rumah Sakit dengan ditemani istri. Cerita tugas dan liburan menjadi bertambah satu dengan petualangan, nyaris merenggut nyawa. Dalam hati Rendy terpikir, mungkin saya harus melupakan 100% segala kenangan dengan Ling Ling Yang. Tidak akan ada memori keempatnya. Semua harus terkubur sampai di sini. Biarlah Ling Ling Yang hidup di dunianya. Dan saya harus hidup secara nyata di dunia saya. Istri, keluarga dan pekerjaan saya ada di Indonesia. Saya harus kembali ke habitatnya, sekalipun sejuta kenangan telah mengisi hari-hari saya. Warga pertambakan di Lampung, Indonesia membutuhkan pemulihan, era reformasi tengah bergulir, “Selamat tinggal dunia impian, selamat tinggal gadis impian. Saya akan segera kembali ke dunia saya, ke profesi saya.”
Kutatap dari kaca jendela langit begitu cerah mengiringi perjalanan. Dengan rasa rindu dan kasih sayang yang dalam kupeluk erat-erat istriku, “Kita akan segera mendarat sayang”.


TAMAT.





     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar