Oleh: Yusnadi
Negeri
kecil di ujung Selat Malaka ini tetap mencerminkan sebagai negara yang makmur,
lalu lintas perdagangannya nyaris tidak pernah menunjukkan tanda-tanda
berhenti. Di sudut-sudut negara kepulauan ini bisnisnya terus berdenyut, tidak
pernah berhenti. Bahkan tak pernah goyah dihempas badai gelombang monoter, atau terkena krisis ekonomi dunia. Ratusan
ribu pengusaha manca negara---dari berbagai belahan dunia berinvestasi ria di sini, seakan tidak ada satu
sektor pun yang tidak terjamah dari manusia-manusia bermental dagang. Semua
diolah, dimanfaatkan dan diperdagangkan untuk dijadikan uang.
Itulah
Singapura, negaranya kecil, penduduknya telah lebih dari 5 juta. Tapi geliat ekonominya
menjalar bak gurita. Merambah ke berbagai negara belahan dunia. Dari Asia,
Eropa, Amerika, Australia sampai gurun Afrika. Dan sektor usaha yang
digelutinya pun aneka rupa. Dari dunia perbankan, engineering, telekomuniksi, asuransi, perhotelan, property, satelit,
pertambangan sampai pada pertanian dan perikanan.
Di
antara sekian ribu perusahaan yang ada di negeri itu, satu di antaranya adalah
bidang jasa asuransi. Di sinilah Rendy Sang Pengusaha punya kisah khusus,
karena di balik kemilaunya gedung-gedung pencakar langit yang berkaca tersimpan
satu jiwa yang selalu melekat di hati Rendy, yaitu wanita peranakan Inggris dan
Cina, Ling Ling Yang namanya. Wanita sukses yang berbisnis dalam dibidang jasa
asuransi. Rendy salut padanya, karena begitu gigihnya ia mempromisikan dan
memasarkan jaja-jasa asuransinya. Ia dipercaya oleh orang tuanya untuk
menangani perusahaan yang bergerak di bidang jasa asuransi. Ia diberi
kepercayaan itu dari semasa kuliah
sampai akhirnya ia diangkat oleh orang tuanya menjadi pimpinan tertinggi di
perusahaan itu.
Orangnya
cantik, lincah, energi. Edeal sebagai gadis Indo peranakan Inggris dan Cina.
Kulitnya kuning langsat. Masa mudanya, atau tepatnya ketika masa kuliah dengan
Rendy dulu, yang mereka berdualah yang tahu.
Ling
Ling Yang pernah terjerat narkoba, hidup semen
level dan dijalaninya selama bertahun-tahun, sampai akhirnya ia mengenal
sosok Rendy.
Ling
Ling Yang sangat terpikat oleh Rendy. Sementara hal sama pun dialami oleh Rendy.
Kurang lebih 5 tahun mereka berteman mesra, sampai akhirnya Rendy harus kembali
ke Indonesia. Rendy diminta untuk segera pulang, karena ia pun sudah diminta
oleh kedua orang tuanya untuk memegang kendali atas salah satu perusahaannya.
Namun
mereka berdua telah bersepakat dalam waktu tertentu, di waktu yang disepakati,
mereka akan selalu bertemu secara rutin. Di Singapura atau di Jakarta.
Kisah
Rendy dengan Ling Ling Yang ibarat ikan dan air. Di situ ada ikan pasti perlu
air, sekalipun ikan dan air yang dimaksud tidak ada dalam satu bejana. Ikan
yang dimaksud berada di negeri kecil indah dan makmur dan satu lagi sebagai air
ada di sebuah negara besar yang masih berkutat dengan kebutuhan sehari-hari,
sandang dan pangan, yaitu Indonesia.
Rendy sosok putra pribumi asli Melayu sangat cinta akan
negerinya, seratus persen seperti dirinya mencintai Ling Ling Yang. Sampai hari
ini Rendy tetap merupakan sosok putra Melayu yang sedang berjuang untuk
meningkatkan kesejahteraan sekian ribu rakyat Indonesia dari sekian juta
putra-putri bangsa. Namun cerita indah kisah cinta Rendy tetap punya arti
khusus dibandingkan denganBisa diceritakan sekilas bahwa profesi Rendy per hari
ini tetap masih merupakan seorang General Manager dari sebuah perusahaan
bonafide yang bergerak dalam bidang aquaculture.
Satu tahun atau dua tahun sekali Rendy dan Ling Ling Yang bersepakat untuk bisa
bermemori kembali, yang selalu diakhiri dengan take and give. Terakhir tahun 2002, Rendy menerima sepasang pulpen
manis dari Ling Ling Yang sedangkan Rendy sendiri memberi bros emas berbentuk
udang untuk Ling Ling Yang.
Akhir tahun 2004 Rendy kembali terbang ke negeri singa
ini. Dalam perjalanan di pesawat Garuda Indonesia Airways, Rendy merenungkan
kembali kisah dua tahun yang lalu, dimana tahun itu Ling Ling Yang mengakhiri
dengan sebuah kecupan di pipi dan berlalu untuk menemui suaminya yang sudah
menunggu di pintu lobi Restoran Citra Rasa Melayu. Rendy sendiri kembali ke
anak istrinya yang ada di seberang meja yang tidak jauh dari tempat mereka mengakhiri
pertemuannya.
Untuk kali ini Rendy tidak terbang dengan keluarganya,
karena tidak bertepatan dengan hari libur nasional, natalan dan tahun baru.
Kali ini Rendy terbang lebih awal dari pertemuan-pertemuan sebelumnya yang
selalu bertepatan dengan libur natal dan tahun baru. Rendy sudah menghubungi
Ling Ling Yang bahwa di bulan ini dia akan bertugas sekaligus berlibur ke
Singapura dan Jepang. Sedapat mungkin dalam perjalanan ini Rendy ingin ditemani
Ling Ling Yang. Baik saat di Singapura
maupun pada saat ke negeri sakura. Rendy sangat yakin Ling Ling Yang
akan diizinkan suaminya, karena suaminya termasuk tokoh moderat yang mengerti
akan hak dan kebebasan individu dalam batas-batas toleransi.
Rendy sendiri meluncur ke Singapura dan Jepang karena
berkaitan dengan tugas dan rencana liburan. Waktu liburan inilah yang akan
dimanfaatkan untuk bertemu dan selalu berdekatan dengan Ling Ling Yang. Kini
jam masih menunjukkan pukul 09.00 dan Rendy masih berada di angkasa sekitar
Sumatera bagian selatan. Pesawat yang ditumpangi kali ini Garuda Indinesia
Airways kelas eksekutif yang merupakan bagian dari fasilitas yang diberikan
perusahaannya.
Pramugari manis menyodorkan snack kepada Rendy. Rendy menyambutnya dengan ramah. Sesuatu benda
jatuh dari tangan Rendy ke sebuah baki sementara pramugari hanya membalas
dengan senyuman, yang bisa dipastikan
senyuman itu bukan hanya milik Rendy tetapi merupakan pelayanan dari pesawat
eksekutif.
Satu jam kemudian pesawat sudah mendarat di negeri pulau
itu dan deretan taksi sudah menunggu antrian di depan Bandara. Rendy langsung
bergegas menuju ke sebuah Hotel yang sudah dipesannya dari Jakarta. Lima belas
menit sesampainya di Hotel, Rendy sudah berhalo ria dengan Ling Ling Yang. Di
telepon Rendy berencana untuk bertemu di Restoran yang sama seperti 2 tahun
yang lalu. Namun Ling Ling Yang protes, ia lebih suka mengajak Rendy untuk
bertandang ke rumahnya. Rendy berpikir sejenak menerima penawaran itu lalu
dijawab, “it’s okey Yang,” lantas
telepon itu ditutup.
Sebelum menjalankan rencananya untuk bertemu dengan Ling
Ling Yang, Rendy tidak lupa akan tugas yang dibebankan kepadanya, yaitu
bernegosiasi masalah harga pembelian, penjualan dengan buyer dan sekaligus proses pengirimannya. Semua dipersiapkan dengan
baik oleh Rendy sebaik persiapan untuk bertemu dengan Ling Ling Yang.
Sambil mengerjakan sesuatu, pikiran Rendy membayangkan
seperti apa Ling Ling Yang sekarang. Ketika masih kuliah dulu tidak diragukan
lagi kecantikan Ling Ling Yang; dari kulitnya, bodynya , rambutnya,
penampilannya semuanya sempurna. Dua tahun lalu rambutnya sudah dipotong
menjadi sebahu namun tetap masih merupakan gadis impian bagi Rendy. Dan
sekarang entahlah …. Setelah lelah mempersiapkan berkas-berkas keperluan
pekerjaannya dan juga perjalanan yang melelahkan Rendy tertidur, bangun tepat
pukul 16.00 waktu setempat.
Lalu bergegas ke kamar mandi dan berpakaian rapih tetapi
tidak formil. Dua ratus meter dari pintu hotel sudah dihadapkan pada aneka
ragam barang yang dipajang di Toko-toko dan mall dengan berbagai fasilitas yang
sangat memadai. Tidak mengherankan bila orang datang ke Singapura pasti tujuan
utamanya adalah untuk belanja, selain dari itu pembicaraan pada umumnya tidak
terlepas dari masalah bisnis dan larinya tetap ke masalah belanja juga. Kali
ini Rendy berniat membeli keperluan untuk selama perjalanan dinas di sini,
kemeja merk ARROW kesukaannya, dasi merk Crocodile dengan corak cerah dan jas
EXECUTIVE dengan warna sejuk, sebagian lagi baju untuk santai.
Sebelum luncuran
ke Mall, Rendy menitipkan kunci pada resepsionis dan sesuatu jatuh dari tangan
Rendy…, dua jam kemudian Rendy sudah berhalo ria dengan Ling Ling Ynag untuk
memastikan 1 jam lagi Rendy sudah berada di rumah Ling Ling Yang. Taksi telah
menunggunya di luar, belum satu langkah Rendy menuju arah taksi, seorang wanita
menghalangi langkah Rendy dan dia memperkenalkan diri sebagai suruhan Ling Ling
Yang untuk menjemput Rendy. Sebuah mobil
limosin putih telah menunggunya. Rendy tidak bisa menolak, ia pun melangkah
menuju mobil itu. Ketika baru saja pintu mobil ditutup, sebuah tangan telah
merangkul Rendy. Rendy sedikit kaget dan
melirik ke arah wanita di sebelahnya. Ah.. ternyata tidak salah lagi,
Rendy tersenyum riang, orang yang ingin ditemuinya telah ada disampingnya.
Tanpa sungkan-sungkan Ling Ling Yang memeluk dengan erat, Rendy
membalasnya, “Oh Rendy, saya rindu
sekali,” logat melayu yang kurang fasih keluar dari bibir wanita yang ada
disebelahnya.
Oleh Rendy tercium aroma menggoda, mereka berangkulan dan
berciuman hangat di dalam mobil. Dan Rendy tidak tahan lagi dengan buah dada
segar milik Ling Ling Yang yang selalu didekapkan ke dadanya. Rendy meremasnya,
Ling Ling Yang sedikit mengeliat. Sementara ciuman Rendy secara berlahan
meluncur ke leher Ling Ling Yang yang nampak mulus dan harum menggoda. Bibir
Rendy terus meluncur ke arah bukit mulus, kencang dan harum. Ia tiada henti
menciuminya, menjilatinya dan terkadang menggigit lembut puting susunya. Ling
Ling Yang menggeliat-geliat seperti cacing kepanasan.
Terucap dari
bibir Rendy “Aku juga sangat merindukan kamu, Yang,” balas Rendy singkat.
Sementara tangan kiri Rendy telah berada diantara dua paha Ling Ling Yang.
Rendy mengusap-ngusap paha Ling Ling Yang yang halus mulus dan terus naik ke atas hingga menyentuh bibir
lubang surga dunia. Tapi sayang lubang itu masih terhalang oleh CD (celana
dalam). Namun hanya dengan sekali tarik celana dalam yang bertali itu telah terbuka total. Rendy kini dapat menyentuhnya dengan leluasa.
Bibir surga itu ditumbuhi oleh bulu-bulu halus, jari-jari Rendy mengusapnya
dengan lembut hingga akhirnya salah satu
jari Rendy menerebos masuk ke liang vagina Ling Ling Yang.
“Aouw .. yee, terus Rendy sayang, terus Rendy sayang yee
… enak sekali,” ujar Ling Ling Yang.
“Tenang sayang, aku sangat menyukai punya kamu Yang.
Punya kamu sungguh hangat dan harum, Yang,” ucap Rendy dan mulutnya tiada henti
mengisap-ngisap buah dada Ling Ling Yang yang sungguh luar biasa. Mungkin Ling
Ling Yang sudah mempersiapkan jauh-jauh
hari sehingga benar-benar seperti gadis usia 18 tahun, kencang, besarnya ideal
dan harum semerbak.
Sementara Ling Ling Yang pun tidak kalah gesitnya, ia
melumat bibir Rendy kemudian ke lehernya, ke dadanya. Dada Rendy digigit gemas
oleh Ling Ling Yang. Dan tangan Ling Ling Yang pun sudah menyentuh peluru
kendali Rendy, Ling Ling yang sudah menduga punya Rendy pasti besar dan keras.
Ling Ling Yang sangat suka dengan yang keras. Ia secara bergegas ingin membuka
sabuk celana Rendy. Tetapi Rendy menahannya, ia tersadar dan segera
mengingatkan Ling Ling yang, “Kita sekarang sedang berada di mobil, Yang”!
“Tak perlu khawatir Rendy, mobil ini cukup aman untuk
kita bercinta. Sopir saya tidak mungkin dapat melihat ke tempat ini,” jelas
Ling Ling Yang. Dan Ling Ling Yang meneruskan ekspansinya, sabuk dan celana Rendy
telah melorot sebatas dengkul, hingga rudal Rendy pun terlihat berdiri tegak
dihadapan Ling Ling Yang. Tangan Ling Ling Yang meremas-remas peluru kendali
Rendy, hingga semakin tegang, membesar
dan hangat rasanya.
Ling Ling Yang tidak menyia-nyiakannya. Ia ciumi peluru
itu dan ia kulum batang kemaluan Rendy. Rendy mendesih “… auh … yee …. Auh yee
….,” rintih Rendy merasakan nikmatnya kuluman Ling Ling Yang. Namun antara
berkeinginan untuk di teruskan dan tidak Rendy berujar, “Cukup Yang, ini hanya
pembukaan, jangan kamu teruskan,” pinta Rendy. Tetapi permintaan Rendy tidak
dihiraukan, bahkan Ling Ling Yang meneruskan ulahnya dengan mengulum buah zakar
Rendy. Hal ini membuar Rendy semakin
blingasan merasakan nikmatnya permainan Ling Ling yang. Ia mengisap-ngisap buah
zakar Rendy, sekali halus sekali dalam hisapan kencang. Rendy tidak dapat
menduga apa yang dilakukan Ling Ling Yang, ia hanya merasakan nikmat.
“Sudah Yang, saya harap hari ini adalah sebuah pembukaan
yang sangat indah. Saya masih punya banyak waktu di sini,” jelas Rendy. Dan
Ling Ling Yang pun menghentikannya. Ia membantu menaikkan kembali celana Rendy
yang sempat ia plorotkan. Sementara Rendy pun membantu Ling Ling Yang untuk
memakaikan kembali CD dan BH-nya yang sempat ia buka.
Ling Ling Yang menyandarkan badannya ke tubuh Rendy. Dan
Rendy memeluk mesra tubuh yang harum itu.
“Katanya kamu akan melanjutkan perjalanan ke Jepang, when ?” tanya Ling Ling Yang.
“Kalau kamu sudah bosan sama aku,” balas Rendy
“Oh darling,
aku tidak akan bosan sama kamu”.
Sementara limosinnya terus meluncur di tengah-tengah kota
dan arahnya menuju ke perbatasan Johor. Ah ternyata Ling Ling Yang rumahnya di
luar batas Singapura. Satu jam kemudian, Rendy sudah berada di Negara bagian
Malaysia, namun suasananya tidak jauh berbeda dengan kota Singapura. Nampaknya
di sini Ling Ling Yang punya ruang yang luas untuk menata halaman rumahnya.
Kesegaran udara sudah membedakan dengan wilayah Singapura. Ling Ling Yang
mempersilahkan Rendy untuk turun dari mobilnya. Tangan halus Ling Ling Yang menyambutnya, Rendy pun meraihnya.
Mereka pun berjalan di halaman rumah yang luas, tangan kanan Rendy ditariknya
untuk melingkar di pinggang Ling Ling Yang. Dengan ragu Rendy melakukannya dan
ia pun bertanya, “Dimana suamimu.”
“Oh, kebetulan sekali dia sedang tugas ke Amerika,” ucap
Ling Ling Yang.”
“Ah, sayang sekali aku tidak sempat untuk berkenalan
lebih jauh dengan suamimu,” jawab Rendy.
“Sudah saya katakan padanya bahwa sahabat saya dari
Indonesia akan datang ke sini, dia hanya titip salam,” ungkap Ling Ling Yang,
“Dan dia sendiri yang menganjurkan agar kamu diajak ke sini,” tambahnya lagi.
“Katakan padanya thanks
you very much. Tentu kamu sangat bahagia dengannya,” tanya Rendy.
”Secara economic no
problem, tetapi yang lainnya kurang sekali,” jawab Ling Ling Yang. Tanpa
harus bertanya “mengapa” Rendy mengerti
maksudnya.
Rendy sangat mengerti tipe wanita seperti Ling Ling Yang
bahkan semenjak remaja, tepatnya semasa kuliah dulu Ling Ling Yang hampir
terjerumus ke pergaulan semen level. Di
kasus ini Rendylah yang berperan, sehingga sampai saat ini Rendy merupakan
pahlawan bagi Ling Ling Yang. Rendy ingat betul bagaimana keterlibatan Ling
Ling Yang dengan pemuda dari Korea, Ko Mung Chang, si Ko Mung Chang ini selalu
saja memanjakan Ling Ling Yang dengan memberi obat-obatan terlarang. Ia dengan
sadar atau tidak sadar selalu nampak memanfaatkan Ling Ling Yang, baik tubuhnya
maupun materinya. Dan di sinilah menonjol sekali peran Rendy, bak seorang
ksatria yang baru turun gunung. Dan sesungguhnyalah karena Rendy pun tak
terlepas dari unsur “mencintainya” kenapa diberi tanda kutip, karena Rendy pun
tidak mau mengingkari hatinya untuk gadisnya yang ada di Indonesia.
Satu pergolakan emosi tinggi yang ada di dada Rendy,
antara menuruti hawa nafsu dan mengendalikan emosi. Namun bukti cintanya kepada
Ling Ling Yang, Rendy hanya tidak ingin Ling Ling Yang terlibat lebih jauh
dengan Ko Mung Chang, dan Ko Mung Chang pun tidak ingin begitu saja melepaskan
Ling Ling Yang sesuai dengan keinginan Rendy. Hal seperti ini ternyata membawa
konsekuensi kepada pertarungan. Tidak bisa dihindari duel adu jotos pun
beberapa kali terjadi dengan Ko Mung Chang. Dan tidak bisa dianggap enteng oleh
Rendy sekalipun Ko Mung Chang tukang mabuk dan pecandu obat bius. Ilmu taekwondonya
cukup tangguh. Dan Rendy pun tidak kalah dengan ilmu pencak silatnya, sehingga
pertarungan antara Pencak Silat dengan Taekwondo tidak bisa dihindari.
Dalam beberapa kali pertarungan, Rendy lebih unggul dari
Ko Mung Chang, karena Rendy memang lebih tenang dan sedikit punya modal ilmu
Pancadaya. Sesudah pertarungan, Ko Mung Chang selalu menantang kembali dengan
pertarungan yang lebih dahsyat. Dari tangan kosong, menggunakan tongkat sampai
menggunakan sebilah pedang, dimana akhir dari perseteruan dua pria ini berakhir
dengan ultimatum dari Ling Ling Yang, yang memutuskan hubungan dengan Ko Mung
Chang dan Ling Ling Yang lebih simpatik kepada Rendy.
Namun sayang seribu sayang, ultimatum yang diberikan Ling
Ling Yang kepada Ko Mung Chang disambut biasa saja oleh Rendy. Bahkan cinta
yang diberikan Ling Ling Yang pun harus berakhir seperti yang tidak diharapkan.
Mengapa? Mungkin sangat klasik, Rendy sangat mencintai gadisnya di Indonesia.
Ini yang membuat Ling Ling Yang menjadi tanda tanya ketika itu, kalau memang
Rendy sudah mencintai gadis di Indonesia dengan tidak tergoyangkan kenapa dia
harus bersusah-susah membela dirinya. Dan pernyataan Ling Ling yang yang sempat
membuat Rendy salah tingkah. Dia sangat mencintai Ling Ling Yang tapi tidak
ingin memilikinya, sekalipun Ling Ling Yang sudah memasrahkan segalanya untuk
Rendy.
Lantas apa jawaban dari Rendy ketika itu. Sangat tidak
memuaskan, yaitu “Kita berbeda budaya, beda pola hidup dan beda cara pandang”.
Hal ini semakin tidak memuaskan Ling Ling Yang. Ia sempat mendesak Rendy untuk
minta penjelasan dari perbedaan itu.
Rendy tidak mampu menjelaskan lebih rinci dari permintaan Ling Ling Yang.
Tetapi Rendy berani mengatakan dengan sejujurnya, “Yang, sungguh aku mencintaimu,
kamu adalah gadis idamanku, kamu cantik, energik, pintar, dan kamu anak orang
kaya, kamu sungguh-sungguh perfect dimataku!”
“Buktikanlah ucapanmu yang indah itu Rendy,” potong Ling
Ling Yang.
“Buktikanlah ucapanmu yang indah itu Rendy,”
“Buktikanlah ucapanmu yang indah itu Rendy.” Inilah kalimat
yang berulang-ulang terngiang di telinga Rendy sampai saat ini. Sampai-sampai
ketika Ling Ling Yang mengajaknya masuk ke ruang makan Rendy nyaris tidak
mendengar. Ia hanya memandang dengan tatapan yang kosong. Untung tidak
berlangsung lama dan Rendy pun segera bergegas mengikuti langkah-langkah Ling
Ling Yang yang gemulai.
Pandangan mata Rendy diarahkan ke sekeliling ruangan
makan yang tertata dengan apik; terkesan tradisional tapi modern, sederhana
tapi mewah, ngepop tapi klasik. Satu perpaduan antara timur dan barat. Sama
halnya dengan pribadi Ling Ling Yang sebagai wanita Indo, lembut, ramah namun
dahsyat dalam pergaulan dan wawasan. Rendy kebetulan hanya sesekali saja ketemu
Ling Ling Yang sehingga masih dapat mengimbangi. Jika tidak, Rendy mungkin
dapat bertekuk lutut dihadapannya.
Ling Ling Yang
mengisi gelas yang ada dihadapan Rendy dengan air anggur. “Silahkan, …..
Mr. Rendy,” tuturnya. Rendy mengambilnya, sementara matanya menatap hidangan
yang telah tersedia di meja. Rendy tersenyum, ternyata disitu ada pepes ikan
mas, sambal dan lalap-lalapan sungguh special Ling Ling Yang berkenan
menyediakan hidangan seperti ini.
“Ah, rasanya aku seperti di kampung halaman saja,” ujar
Rendy, “padahal di tempatku sendiri aku sudah lama tidak makan seperti hidanagn
yang kamu sediakan”.
“Saya tahu karena
istrimu lebih suka menyediakan makanan ala barat, dan bosan menyediakan makanan
khas daerahnya.”
“Hey, darimana kamu dapat mengatakan seperti itu,” tanya
Rendy.
“Dari surat khabar.”
“Dari surat khabar?” Rendy kebingungan. “Surat khabar apa
yang memberitakan istriku dan apa kepentingannya.”
“Saya bukan membaca berita tentang istrimu tetapi saya
membaca secara umum tentang kepribadian-kepribadian kelas atas rakyat
Indonesia,” katanya, “orang-orang kaya Indonesia lebih senang makan Pizza, Mc. Donald, Dunkin Donut daripada
gado-gado atau nasi uduk,” tambahnya. “Padahal aku lebih suka nasi uduk
daripada Pizza keluaran Amerika,”
tuturnya lagi.
“Apakah ini alasanmu hingga menyediakan makanan Indonesia
untukku,”
“Ya,” jawabnya dengan senyum.
“Jika begitu, kalau kamu nanti ke Indonesia pasti akan
aku balas dengan makanan ala Prancis, Italia atau Jepang.”
“Untuk yang terakhir tidak usah kamu balas nanti, karena
sudah saya pastikan saya ingin menemanimu ke Jepang.” Berderailah tawa mereka.
Hidangan di atas meja sedikit demi sedikit sudah beralih ke perut
masing-masing. Rendy cukup senang, karena sudah ada jawaban pasti dari Ling
Ling Yang bahwa dia akan menyertainya dalam perjalanan ke Jepang. Namun
sebelumnya Rendy harus menyelesaikan dulu kontrak-kontrak yang dilakukannya di
negeri mungil ini.
* * * * * * * * * * *
Dalam pertemuan
dengan pihak buyer, Rendy kembali
menawarkan suatu produk baru yang dikeluarkan oleh perusahaannya, “Kami berani
mengatakan bahwa produk baru yang kami tawarkan ini adalah suatu produk super first Quality. Lebih berkualitas daripada produk yang kami pasarkan
selama ini,” ujar Rendy menawarkan dan mempromosikan. “Kelebihan daripada
produk baru kami ini adalah terbuat dari bahan-bahan pilihan utama yang ada di
dunia. Hal ini sudah merupakan sebagai jaminan bahwa kami ingin memberikan yang
terbaik untuk pelanggan kami”.
Demikian lincahnya Rendy dalam usaha mempromosikan dan
memasarkan produk terbarunya ini. Sehingga nyaris semua waktu presentasi
tersita oleh Rendy. Karena Rendy tidak puas bila tidak menjelaskannya secara
tuntas dan mendetail tentang keunggulan produknya. Harapan Rendy sesuai dengan
target yang dibebankan padanya adalah tercapai suatu kontrak pembelian minimal
10.000 ton/tahun di tahun 2005/2006. Bila kontrak ini tercapai terhadap 1 buyer, maka beban-beban kontrak terhadap
buyer-buyer lainnya akan mudah.
Break even
point dalam satu tahun berjalan sudah
tercapai untuk tahap pertama. Tak lama kemudian satu instrupsi pun terjadi,
“Anda hadir di sini berkedudukan sebagai apa Mr. Rendy,” tanya salah satu
peserta.
“Direksi,” jawab Rendy tegas
“Tetapi saya menemukan kartu nama Anda berkedudukan hanya
sebagai General Manager,” peserta lain menunjukkan kartu nama identitas Rendy.
”Secara operasional dalam proses produksi saya
berkedudukan sebagai General manager, namun dalam operasional pemasaran kali
ini, pimpinan perusahaan mempercayakan kepada saya sebagai marketing director. Untuk masalah ini saya kira bukan masalah, toh
dalam surat No.05/Pem/Exp/Ina/05/05 dengan jelas saya ditunjuk untuk
melaksanakan wewenang ini, “It’s Okey
!” ujar Rendy menegaskan dengan rasa percaya diri yang tinggi. Dan yang lain
pun nampak setuju, namun dalam benak Rendy ada tanda tanya darimana dia
mendapatkan kartu nama itu.
Lima belas menit kemudian, rapat yang mendebarkan itu pun
usai. Dengan kesepakatan 5000 ton untuk tahap pertama dapat segera di kirim di
semester pertama tahun depan. Satu awalan yang bagus untuk prestasi Rendy.
Keluar dari ruang meeting Rendy
mendekati Mr. Rojak Abdul Jalil yang memperlihatkan kartu nama Rendy tadi,
disapa oleh Rendy, “ Mr. Jalil, boleh saya tahu, dari siapa Anda mendapatkan
kartu nama saya ?”
“Miss Rossa, recepsionis
hotel dimana Anda menginap,” jawabnya jujur
“Apakah dia adikmu,” tanya Rendy lagi.
“Ya, adik yang paling setia dalam suka duka, tempat
berbagi rasa dan juga tempatku berlabuh.”
“Mr. Jalil, saya semakin tidak mengerti,” tanya Rendy
lagi sedikit menyelidik.
“Semua orang bisa memilikinya asal punya….,” ujarnya.
Tangannya memberi isyarat dengan mengusap-usapkan jari telunjuk oleh ibu jari
yang berarti uang. Rendy puas dengan jawaban jujur Mr. Jalil, sekalipun dia
ingin protes kenapa Miss Rossa itu sampai-sampai memberikan kartu namanya pada
Mr. Jalil, bukankah lebih baik jika dimiliki dan disimpan saja. Ataukah ada
hubungan khusus diantara mereka, pikir Rendy. Ini membuat Rendy penasaran dan
ingin segera memperoleh jawaban.
Usai rapat dan percakapan singkat dengan Mr. Jalil, Rendy
langsung mengarahkan mobilnya ke rumah Ling Ling Yang, perjalanan kurang lebih
memakan waktu 90 menit. Seperti sudah diduga Ling Ling Yang pasti ada di rumah,
bahkan terkesan ia sudah mempersiapkan diri untuk menyambutnya. Pakaian yang
dikenakannya pakaian malam berwarna hitam, dilingkaran dada dan pundak nampak
renda-renda bergemerlapan. Pakaian malam yang dikenakan memiliki belahan yang
sangat tinggi diantara kakinya yang jenjang. Turun dari mobil, Rendy
disambutnya dengan kedua tangan yang terbuka. Rendy pun masuk dalam pelukannya,
secara jujur dalam hati Rendy agak rikuh namun tak kuasa menolaknya. Bahkan
sebuah ciuman pun tak terhindarkan.
Setiap kali ciuman mendarat di pipi Rendy, Rendy langsung
membalasnya dengan ciuman di bibir. Rendy sangat gemas dengan bibir Ling Ling
Yang yang sangat sensual. Dan ia sering menggigit lembut bibir sensual Ling Ling Yang. Bahkan bokong
Ling Ling Yang, yang seperti gitar spanyol itu tidak lepas dari remasan Rendy.
Dan Rendy sering sambil mengangkatnya ketika berciuman sehingga ciuman mereka
terasa lebih dalam, hangat dan lebih lama.
Seperti biasa pembicaraan mereka akrab dan terbuka.
Keduanya klop dalam segala aspek pembicaraan, mulai dari politik, ekonomi,
bisnis, hakekat kekuasaan Tuhan sampai-sampai ke masalah urusan ranjang.
Dan Rendy pun secara jujur mengatakan kepada Ling Ling
Yang bahwa dia sekarang sudah dikarunia 2 orang anak, girl and boy, dengan nama Ismayana dan Fredy. Rendy pun
memperlihatkan foto kedua putra-putrinya. Ling Ling Yang menatapnya dengan
serius, tanpa memberi komentar hanya matanya nampak berkaca-kaca. Terlihat
dengan jelas ada rasa haru nampak di matanya, Rendy pun bertanya, ”Ada apa,
Yang?”
“Sungguh saya sangat gembira dan terharu melihat
anak-anakmu. Alangkah bahagianya keluargamu dengan memiliki dua anak yang
manis-manis,” ungkapnya, ”apakah aku bisa memilikinya?”
“Pasti,” jawab Rendy.
“Tidak Rendy.”
“Kenapa tidak, Yang.”
“Saya sudah tidak mungkin lagi hamil,” akunya. “Hasil
pemeriksaan dokter menunjukkan rahimku sedikit ada kelainan sebagai akibat dari
kebiasaan masa lalu. Saya sudah berobat ke sana ke mari, sampai ke Amerika dan
China namun sementara ini hasilnya masih nihil.”
“Apakah ini sebagai akibat dari dirimu sendiri atau dari
suamimu juga,” tanya Rendy.
“Entahlah …..” kepala Ling Ling Yang menunduk.
“Kamu katakan ‘sementara ini’ berarti masih ada harapan
dong,” hibur Rendy sambil mendekapkan kepalanya ke dada Rendy. Dan Ling Ling
Yang pun mencium dada Rendy, harum khas laki-laki. Sebaiknya kita mandi dulu,
ajak Ling Ling Yang. “Mengapa harus kita, bukankah kamu sudah mandi?” tanya
Rendy.
Tanpa harus dijawab olehnya, Ling Ling Yang menuntun
Rendy ke arah kamar mandi. Dibukakannya kancing baju Rendy satu per satu hingga
ia telanjang dada. Tidak puas hanya membuka baju, Ling Ling Yang pun untuk
kedua kalinya dalam pertemuannya kali ini membukakan celana Rendy, langsung
dengan celana dalamnya. Ia sekarang lebih leluasa tidak seperti waktu di mobil.
Baju Ling Ling Yang sendiri belum dibuka dan Rendy tidak
melakukannya. Rendy 100% hanya menikmati apa yang dilakukan Ling Ling Yang.
Tubuh Rendy di siram air melalui shower, tubuh Ling Ling Yang didekapkan pada
tubuh Rendy yang telah bugil. Rendy bagaikan patung bernafas tetap diam berdiri
tegak. Sementara ciuman Ling Ling Yang mulai mengarah ke dada Rendy setelah puas melumat bibir
Rendy, dan merasakan kejantanan dagu dan pipi-pipi Rendy yang berbulu usai
dikerok. Gesekan pipi Rendy membuat Ling Ling Yang bergairah sekalipun Rendy
dalam posisi pasif.
Permainan Ling Ling Yang terus mengarah ke bawah, ke
perut hingga akhirnya sampai ke alat vital Rendy yang besar, tegang, keras dan
tetap hangat. Dengan lembut Ling Ling Yang memainkannya, menjilatinya dengan
lidah, mengulumnya maju mundur dan terkadang pinggul Rendy yang dibuatnya maju
mundur. Kuluman Ling Ling Yang nyaris menelan seluruh alat vital Rendy. Rendy
mendesah, “Yaa … uuh yee …, nikmat sekali sayang,” rintihnya.
Ketika Ling Ling Yang masih asyik memainkan alat vital
Rendy, Rendy membasahi diri dengan shower hingga baju Ling Ling Yang pun basah
kuyup olehnya. Ling Ling Yang berdiri, Rendy segera membukakan gaun malam Ling
Ling Yang yang telah basah kuyup. Dengan sekali tarik tubuh Ling Ling Yang
sudah nampak bugil. Ia tidak mengenakan BH, bahkan CD pun rupanya tidak. Hal
ini semakin mempermudah Rendy. Diremas-remasnya buah dada Ling Ling Yang
sebelah kiri, sementara buah dada sebelah kanan
sedang dalam penggarapan bibir Rendy. Rendy sangat gemas dengan payudara
Ling Ling Yang. Sekitar 5 menit bibir Rendy bermain di gunung Ling Ling Yang,
hingga akhirnya meluncur ke arah perut, kemudian memutar ke belakang hingga
pantat yang montok itu tidak lepas dari garapan Rendy. Namun itu tidak
berlangsung lama, Rendy segera berputar kembali dan langsung berharapan dengan
kemaluan Ling Ling Yang yang nampak mungil. Rendy sangat suka dengan vagina
yang sempit.
Sejenak Rendy menatap vagina Ling Ling Yang, secara
berlahan Rendy menciumnya secara lembut. Tangan Ling Ling Yang menekan kepala
Rendy sebagai isyarat minta lebih dalam lagi. Tangan Rendy sedikit membuka
vagina Ling Ling Yang, hingga terkuak itil kecil menggoda. Rendy menjilatnya,
Ling Ling yang menggeliat. Rendy mengisapnya, Ling Ling Yang mendesah ouh yee …
ouh yee …. Hal ini terus Rendy lakukan secara berulang-ulang sampai akhirnya
Ling Ling yang tidak tahan lagi. Ling Ling Yang memutar badannya dan
menyororkan pantatnya, ia meminta dimasukkan dari arah belakang.
Bukan hal yang sulit bagi Rendy, dengan satu kali bidikan
saja rudal Rendy langsung terhujam ke liang vagina Ling Ling Yang yang sudah
basah. Sekalipun basah dirasakan oleh Rendy cengkramannya cukup kuat dan ini
menambah nikmat yang Rendy rasakan. Dengan semangat tinggi Rendy
mengoyang-goyang pantatnya maju mundur, yang dirasakan adalah nikmat yang
sangat luar biasa yaa ..h, oo…h yee, desah Rendy. Begitu pun dengan Ling Ling
Yang yang terucap adalah terus sayang, terus sayang oo..h nikmat sekali. Rudal
kamu keras sekali sayang … yeee, terus sayang, terus sayang yee … Hingga
akhirnya Rendy tidak kuat lagi cret cret cret … dirasakan secara bersamaan.
Rendy merasakan klimaks Ling Ling Yang, begitu juga Ling Ling Yang merasakan
klimaks Rendy, air maninya memuncrat
deras ke liang vagina Ling Ling Yang. Dan mereka pun terkulai lemas di
kamar mandi, Rendy memeluk Ling Ling Yang dari belakang, sementara badan Ling
Ling Yang menempel lekat di dinding kamar mandi. Entah berapa lama mereka
menghabiskan waktu di kamar mandi sampai akhirnya mereka mandi secara
bersama-sama.
Bintang-bintang bersinar
terang di langit sana. Sementara lampu-lampu dari pesawat pun hampir
tiada henti berkerlap-kerlip bertaburan di atas langit. Alangkah padatnya jalur
penerbangan dari dan ke Singapura ini. Hampir dipastikan, tiada satu pun negara
di dunia ini yang tidak memiliki rute ke Singapura.
Kedua insan yang rindu akan kehangatan ini masih terkulai
lemas, kini telah beralih di atas
ranjang. Rendy segera berkemas-kemas untuk kembali ke Hotel, karena untuk acara
esok masih ada yang harus dipersiapkan. Tinggallah Ling Ling Yang dalam
kesepian namun Rendy menghiburnya dengan satu kecupan ke kening. ”Selama saya
masih berada di sisimu, kita akan bercinta terus setiap hari,” janji Rendy.
“Sampai ketemu besok, sayang,” ucap Rendy meninggalkan Ling Ling Yang yang
masih berada di atas ranjang. Ling Ling Yang hanya memberi isyarat dengan
kedipan mata yang berarti setuju dengan ucapan Rendy.
Sesampai di kamar hotel Rendy berencana akan
mempersiapkan materi presentasi untuk besok. Ia pun segera melepaskan semua
atribut yang melekat di pakaian dan badannya seperti; jas, dasi, jam tangan dan
ikat pinggang yang mengganggu geraknya. Sambil bersiul-siul. irama slow rock
mengiringinya. Rendy berdendang ria mengikuti irama lagu itu. Rendy
berjalan ke sana ke mari, namun tiba-tiba BLEP!!! Lampu padam, tape terhenti.
Rendy mulai meraba-raba dalam kegelapan. Ia mencoba untuk
menghapal semua sudut ruangan, letak saklar, telepon, letak lampu senter atau
alat apa saja yang dapat membantunya. Sebelum ia berhasil meraih tombol sakral
tiba-tiba BYAR!! lampu menyala kembali dan musik kembali mengalun. Belum hilang
oleh kaget mati lampu, Rendy dikagetkan lagi dengan kehadiran seorang wanita
yang tak dikenal. Tapi rasa-rasanya Rendy pernah melihat. Rendy mencoba untuk
mengingat-ingat. Dan, ”Ya …, kamu adalah Rossa. Rossa receptionis hotel ini,” ucap Rendy. Yang ditunjuk menganggukan
kepala sebagai tanda mengiyakan. ”Tetapi kenapa kamu masuk ke kamar saya dengan
cara yang tidak sopan,” ujar Rendy memprotes pada Rossa yang berpenampilan
seksi.. Mata Rendy sudah tidak bergairah lagi sekalipun Rossa berpenampilan
sangat seksi. “Saya mau mandi dulu,” ujar Rendy
meninggalkan Rossa.
“Boleh saya ikut,” goda Rossa.
“Maaf Rossa saya sungguh sibuk malam ini,” ucap Rendy
dengan ekspresi kurang senang.
“OK, see you
tomorrow again,” ujar Rossa bergegas meninggalkan Rendy.
Rendy merasa tidak enak, akhirnya dia menahan Rossa
setelah ia sampai di pintu. ”Rossa, sungguh saya minta maaf, karena malam ini
saya harus mempersiapkan segala sesuatu untuk acara besok.”
“No problem,”
jawab Rossa ringan. JEDOR! pintu kamar ditutup dengan keras oleh Rendy.
Acara pagi ini Rendy harus bertemu dengan Mr. Abdul
Latief perihal pembelian barang yang dibutuhkan oleh perusahaan di mana Rendy
bekerja. Hal yang diamanatkan oleh pimpinannya kepada Rendy adalah mendapatkan
barang yang dibutuhkan dengan harga murah, sedapat mungkin minta discount. Barang yang dibutuhkan saat
ini adalah seperangkat mesin diesel mungil namun berkekuatan cukup tinggi. Irit
dalam penggunaan bahan bakar dan mudah dalam perawatan. Penawaran yang
diberikan Mr. Latief sebelumnya
diharapkan dapat dinegosiasikan lebih lanjut. Dan sebelum terjadi transaksi Mr
Latief mempersilahkan Rendy untuk melihat, meninjau dan menguji di pabriknya.
Sesampai di kantor Mr. Latief, Rendy disambut oleh
bawahan Mr. Latief dengan ramah dan sopan. Diantaranya memperkenalkan diri; Mr.
Lee, Mr. David dan Mr. Hasan. “ Rendy Aditya Putra,” jawab Rendy. Mereka
berempat melangkah memasuki ruangan oval dan di sana ada 5 pintu, Rendy diajak
ke salah satu pintu diantaranya. Mr. Latief
sudah menunggu di sana. Ia meletakkan gagang telepon dan segera
menyambut Rendy. Mereka bersalaman dan sama-sama mengucapkan, ”Selamat pagi”.
“Tak kukira ternyata Mr. Rendy masih muda dan gagah,”
puji Mr. Latief, “apa olah raga Anda?”
“Renang, 200 meter per hari dan jalan 5 km per 3 hari
serta Fitness setiap minggu.” Rendy sadar dalam melakukan lobi seperti ini
bohong sedikit bukan masalah.
“Wow, Anda sungguh luar biasa Mr. Rendy.” Rendy tetap
tenang dipuji demikian dan tidak membalas untuk memuji lawan bicaranya,
sekalipun dalam hati kecilnya Mr. Latief ini tetap segar bugar di usia senja.
Dan masih tetap pegang kendali sebagai pemegang saham mayoritas di sebuah Holding Compagny yang berbasis di sektor
perdagangan industri berat.
Mobil yang biasa digunakan di lapangan golf sudah
tersedia untuk mengajak Rendy berkeliling di pabriknya. Mr Latief menunjukan
semua barang dagangannya dan kelebihan-kelebihan dari barang masing-masing,
termasuk salah satu barang pesanan Rendy. Diceritakan secara detail dan diuji
coba. Mr Latief sendiri yang memijat-mijat tombol mesin yang tersedia, sehingga
di sana terlihat grafik turun naik antara batas maksimal dan minimal, juga
sistem penggunaan bahan bakar yang minimal. Mesin ini jelas merupakan suatu
produk buatan salah satu negara Eropa yang terkenal akan produksi mesinnya.
Usai keliling mereka kembali ke kantor dan langsung masuk ke ruangan meeting.
Di sana sudah tersedia layar monitor dan slide untuk presentasi. Lampu pun
dimatikan dan layer monitor segera menampakkan gambar. Ternyata itu adalah
contoh-contoh pabrik yang telah menggunakan mesin diesel dari hasil penjualan
Mr. Latief. Negara yang banyak menggunakannya, Malaysia, Vietnam dan Indonesia.
Rendy pun kagum atas penjelasan yang diberikan Mr. Latief, sangat memuaskan. Ia
merasa sudah sangat paham untuk mengambil keputusan terhadap barang yang
dibutuhkannya, sehingga tidak perlu banyak pertimbangan lagi. Dalam benaknya
sudah ada keputusan.
Keluar dari ruang meeting rombongan kecil ini selanjutnya
diajak ke ruangan khusus untuk makan siang. Lengkap dan sempurnalah semua
pelayanan yang diberikan, bahkan Mr. Latief pun sudah menyediakan kamar khusus
untuk tamu-tamu kehormatan. Rendy menolaknya, karena ia sudah pesan hotel dan esok sudah harus melanjutkan
perjalanan ke Jepang. Ke Jepang kali ini murni liburan dan Rendy sudah
terbayang akan indahnya perjalanan bersama Ling Ling Yang.
Sungguh Rendy punya kesan khusus berbincang-bincang
dengan Mr.Latief, maka amatlah wajar bila Singapura sangat sukses akan sektor
perdagangan sekalipun Singapura bukan Negara penghasil suatu barang.
Di ruang khusus itu hidangan yang disajikan sangat
special, variasi, khas masakan Indonesia; ayam bakar, gado-gado, sampai rebus
petai. Dan ada pula masakan khas India, karena Mr. Abdul Latief salah satu
warga negara turunan India. Di sana ada sop monyet lengkap dengan kepalanya,
goreng ular kobra yang sudah dihiasi oleh tomat, jeruk limo dan daun kol.
Sementara minumannya pun aneka ragam, ada minuman buah, minuman keras, kopi,
teh, susu, sampai air putih. Rendy memilih air dingin, sementara Mr. Latief
menawarkan Wisky dicampur coca-cola dan martini dari prancis, hasilnya OYE
sangat menyegarkan dan langsung terasa ke badan serta hidung. Rendy baru kali
ini merasakan campuran yang sangat pas komposisinya.
Pukul 15.00 waktu setempat segala perjamuan dan
kesepakatan pembelian telah ditandatangani sekaligus dengan jaminan
pengirimannya untuk sampai ke pelabuhan Panjang Bandar Lampung. Rendy pamitan
dengan semua jajaran direksi. Ke luar dari kantor, sebuah mobil Limosin
menjemputnya. Rendy kira ini sebuah service yang diberikan Mr. Latief, ternyata
tidak. Limosin itu ternyata tak lain punya Ling Ling Yang, sungguh perhatian ia
padanya.
Mobil Limosin yang ditumpangi tidak meluncur ke Hotel
tidak juga ke rumah Ling Ling Yang, melainkan menuju ke suatu pantai kemudian
menuju ke suatu pulau dengan menggunakan speedboat.
Rendy ingin protes tetapi naluri ingin tahunya mengajak diam. Semua transport
sudah diatur dengan baik sehingga dari satu tempat ke tempat lain berjalan
dengan lancar. Hanya memakan waktu sekitar 2 jam, Rendy sudah berada di villa dengan alam yang sangat berbeda.
Tidak ada lagi ciri-ciri bahwa mereka masih tetap berada
di singapura. Keberangkatan Rendy ke Tokyo besok rasanya akan tertunda, apalagi
Ling Ling Yang banyak menawarkan hiburan-hiburan lainnya yang menarik. ”Saya
kalau begini bisa tertunda nih berangkat ke Jepang,” ujar Rendy kepada Ling
Ling Yang. Ia hanya tersenyum dan menarik tangan Rendy untuk melihat ke suatu
arah yang ditunjuk. Rendy masih belum dapat melihat dengan jelas, lalu
diberinya teropong. Ah ternyata dari pulau tempat Rendy berada masih ada pulau
yang lebih kecil lagi. Tetapi yang nampak hanyalah pohon kelapa yang tinggi,
nyaris disana tidak berpenghuni tapi pasti ada penghuninya. “Apakah kamu akan
mengajak aku ke sana?” tanya Rendy.
“Bagaimana dengan keberangkatanmu ke Tokyo?” Ling Ling
Yang balik bertanya.
“Aku harap masih sesuai dengan rencana”.
“Sebaiknya kamu tunda,” katanya. Tangannya mengambil handphone. Rendy mencegahnya,
“Hei, apa yang kamu lakukan”.
“Membatalkan tentang rencanamu besok, karena di sini
masih banyak yang menarik yang belum kamu ketahui,” tuturnya.
“Perlu berapa lama kalau saya turuti untuk mengetahui
seisi Singapura,” ujar Rendy
Badannya berpaling ke arah yang berlawanan. Dilihatnya
banyak muda-mudi yang baru turun dari speedboat di pulau ini. Ling Ling Yang
memeluknya dari belakang, “Don’t worry
darling, esok lusa pasti kita berangkat bersama.” Rendy lega mendengar Ling
Ling Yang mengatakan itu sekalipun ia harus rela bermalam satu hari lagi di
negeri pulau ini. Dalam hatinya berkata, tidak mengapa toh Ling Ling Yang
sangat istimewa memberikan service.
Malam pun datang dengan bertaburan bintang, dan diantara
batas-batas garis cakrawala nampak lampu-lampu bertebaran menghiasi rembulan.
Indah warna-warni dan bervariasi. Sementara 100 meter dari tempat Rendy
berdiri, ombak bergemericik mengiringi alunan musik yang keluar dari CD. Ling
Ling Yang bersenandung larut dalam kebahagiaan, sementara Rendy hatinya
berbunga-bunga karena baru pertama kali berkesempatan menikmati indahnya
panorama dan indahnya liburan.
Di Dermaga tak jauh dari villa tempat Rendy menginap,
muda-mudi masih tampak, ada yang keluar dan ada yang masuk ke pulau ini. Ling
Ling Yang ke luar dengan membawa minuman. Pakaian yang dikenakannya bagai baju
kebaya sementara bawahannya berbelit kain dengan corak bunga-bunga, rambutnya
terurai bergelombang dan bertambah manis dengan adanya tiupan angin, ditambah
dengan indahnya cahaya rembulan menerpa wajahnya. Ah sungguh bagaikan bidadari.
Tidak dapat dipungkiri kali ini Rendy benar-benar dibuat
gemas oleh penampilan Ling Ling Yang bak bidadari. Setelah puas menatap wajah
Ling Ling Yang yang menawan, Rendy lantas menggendongnya. Ia angkat Ling Ling
Yang kemudian ia dudukan di pangkuannya. Tiada kata yang terucap, hanya angin
laut yang berbisik mesra. Rendy membelai-belai rambut Ling Ling Yang yang
selalu tertiup angin. Ia cium bibirnya dengan mesra, lembut, hangat dan
hisapannya dirasakan oleh sekujur tubuh.
Tak jauh dari tempat Rendy bermesraan dengan Ling Ling
Yang, nampak seorang wanita sedang duduk berbaring di atas kursi panjang.
Arahnya menghadap pantai. Sejenak Rendy dan Ling Ling Yang menghentikan
percumbuannya. Tatapannya diarahkan kearah wanita yang tak jauh darinya. Rendy
dan Ling Ling Yang diam membisu menyaksikan ulah wanita itu. Kedua pahanya
dibuka lebar, sementara tangan kirinya memegang sesuatu yang dimasukkan ke
vaginanya. Yah, wanita itu sedang melakukan manturbasi sendirian. Suaranya
merintih-rintih sendirian, sementara tangan kanannya meremas-remas buah dadanya
yang tidak besar. Ling Ling Yang dan Rendy hanya senyum-senyum menyaksikan
tingkah wanita itu. Cukup lama pula wanita itu melakukan manturbasinya
hingga mencapai klimak, dengan
mengeluarkan suara keras ke arah Rendy. “Ye .. ye … ye, oye oye …”. Sampai
akhirnya suara itu menghilang dengan sendirinya.
Malam berlalu pagi pun datang, sampai siang hari mereka
berdua masih menikmati semua fasilitas yang ada di pulau itu hingga menjelang
petang mereka baru bersiap-siap bergegas meninggalkan pulau itu. Tepat waktu
maghrib Rendy sudah berada di hotelnya dan Ling Ling Yang pun sudah kembali ke
rumahnya.
Jam
keberangkatan ke Tokyo pukul:08.00 waktu setempat,Rendy sudah berada di
Bandara. Ling Ling Yang belum menunjukkan batang hidungnya. Rendy sudah
melakukan cek in, agak gelisah ia, matanya terus mencari-cari ke seluruh sudut
Bandara tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda Ling Ling Yang ada diantaranya.
Rendy menuju telepon umum, ia telepon ke rumahnya. Di rumahnya telepon tidak
ada yang mengangkat. Diletakkannya dengan kesal, kembali pandangannya
mencari-cari, sementara matanya terus mencari-cari barangkali Ling Ling Yang
menyusul dengan tergopoh-gopoh sampai akhirnya Rendy sudah berada di dalam
burung “Cathay Pacific” yang akan membawanya ke Jepang. Akhirnya Rendy pasrah
di perjalanan ini tanpa didampingi Ling Ling Yang sebagaimana rencana kemarin.
Pesawat sudah tinggal landas, sementara di atas balkon bandara seorang wanita
menatap tajam atas keberangkatan si burung Cathay Pasific itu. Dan persis di
belakng wanita itu ada seorang pria berbadan tegap, bermata sipit tangannya
melingkar di pinggangnya. Dan tiba-tiba wanita itu berontak sambil mendorong
pria yang sedang memeluknya, “You crazy. Saya
benci kamu dan kamu adalah orang yang paling saya benci di dunia ini.
“Sementara sang pria itu hanya senym-senyum simpul melihat kelakuan wanita yang
di hadapannya ngamuk.
“Apa sih yang kamu
harapkan dari makhluk yang bernama Rendy Aditya Putra itu,” tuturnya sinis.
“Asal kamu tahu Ko Mung Chang, dia adalah pria yang
memiliki sejuta cerita indah denganku”.
“Hanya cerita indah yang tidak pernah kongkrit, itukah
yang kamu maksudkan Ling Ling Yang,” ujar Ko Mung Chang.
“Kamu tidak berhak tahu atas hubunganku dengannya”.
“Ya, kamu betul untuk apa aku harus mengetahui tentang
kamu dan dia, tetapi itu berlaku seandainya aku tidak punya rasa cinta
kepadamu”.
“Cinta,…?” Ling Ling Yang semakin tidak mengerti, padahal
dirinya sudah bersuami, “Apa maksudmu, bukankah kamu sudah mengetahui bahwa aku
sudah berkeluarga ,” ujar Ling Ling Yang dengan kesal.
“Aku tahu dan sangat mengerti, tetapi tidak layakkah aku
untuk mencintaimu dan bercinta denganmu.”
“Itulah yang membedakan antara kamu dan Rendy, kamu tidak
pernah menganggap aku sudah berkeluarga padahal kamu mengetahuinya. Jadi jangan
salahkan aku bila aku semakin membenci terhadap dirimu,” ucap Ling Ling Yang,
hatinya semakin rapat menutup hati pada Ko Mung Chang. Rencana berangkat ke
Jepang gagal gara-gara oleh si Ko Mung Chang ini. Satu perbuatan yang tidak
dapat dimaafkan oleh Ling Ling Yang, ia mengangkat kembali tasnya untuk
dimasukkan ke dalam mobil. Ko Mung Chang berkata, “Jangan kaget bila dalam 2
atau 3 hari ini ada berita warga negara Indonesia ada yang terbunuh di Jepang”.
Ling Ling Yang kaget, ia kembali membalikkan badan, “Apa
maksudmu, Ko Mung Chang”. Ling Ling Yang sangat kuatir ini bukan ancaman
kosong.
“Aku hanya mengingatkanmu bahwa orang semenanjung tidak
akan mengalah kepada orang Melayu”. Tatapan matanya dingin, tidak ada lagi
senyuman sinis tetapi berganti menjadi ancaman.
“Jadi apa maumu,” tanya Ling Ling Yang seolah ingin
menyelesaikan persoalan lama diantara mereka. Satu penawaran yang sangat
ditunggu-tunggu oleh Ko Mung Chang, “Bercinta denganmu malam ini,” Ling Ling
Yang menepuk dahi, “Oh My God.” Dan
dia bertanya lebih lanjut, “Apakah jika ini terkabulkan akan menyelesaikan
segala perselisihan diantara kita ?”
“Pasti dalam 2 atau 3 hari ini tidak ada berita
pembunuhan WNI di Jepang.” Satu jawaban yang sangat tidak memuaskan bagi Ling
Ling Yang dan tidak ada pilihan.
******************
Udara di Tokyo di akhir tahun ini sedang bersemi.
Bunga-bunga mekar menghiasi pertamanan kota. Muda-mudi Jepang bersuka ria
menikmati kesegaran udara, kesejukan cuaca dan keindahan alam. Turis-turis
manca negara banyak berdatangan. Bandar udara Tokyo nampak sibuk dengan
tamu-tamu dari belahan dunia; Eropa, Amerika, Asia, Afrika semua tumplek jadi
satu untuk menikmati keindahan, kesejukan dan kesegaran musim semi tahun ini di
Jepang. Rendy sungguh tidak menyangka bahwa kedatangannya ke Jepang bertepatan
dengan satu musim yang bagus. Tidak ada prediksi akan terjadi gempa, hal ini
turut mendukung keamanan tamu-tamu yang akan menikmati liburan di negeri
samurai ini. Rendi kali ini sedang berada di suatu taman, metanya menatap ke
langit dengan satu harapan Ling Ling Yang ada di antara pesawat yang melintas. Di
sekeliling Rendy dari anak-anak sampai nenek-nenek, benar-benar menikmati
keindahan bunga-bunga yang ada di sana. Dan bukan hanya itu, di sini dilengkapi
pula dengan permainan-permainan yang biasa dinikmati oleh segala usia. Yang
lucu, unik, seram dan modern semua ada di sini, Rendy pun terasa enjoy
sekalipun ada kekurangan, yaitu tidak bisa menikmati bersama keluarga atau
bersama Ling Ling Yang. Rendy teringat akan keluarganya; istrinya anaknya
Zashika, Aditya dan si kecil Iput..
Dua tahun yang lalu Rendy sempat menikmati liburan dengan
ketiga anaknya dan istri. Rendy dan
keluarga dapat menikmati liburan bertepatan dengan liburan akhir tahun dan
Rendy mendapatkan bonus berupa tiket dari perusahaan kala itu. Sedangkan kali
ini Rendy dapat berlibur karena bertepatan dengan tugas, sungguh suatu
kesempatan yang kurang tepat untuk keluarga.
“Rendy, Rendy…,” seseorang memanggil.
Ah, ternyata Rendy tidak sendiri ada seorang gadis yang
menemani, “Ada apa Ira?” Gadis yang bernama Ira itu menarik tangan Rendy. Dan mereka
berdua lari ke suatu tempat, ternyata di sana ada suatu karnaval bunga yang
diikuti oleh berbagai negara sahabat. Kamera yang menggantung di leher Rendy
segera digunakan. Ira turut larut dalam irama lagu dan tari yang mengiringi
peserta karnaval, ia berputar-putar dan berjingkrak-jingkrak dengan para
penari. Sementara Rendy sendiri tak henti-henti mengabadikan moment-moment
indah itu; jepret,jepret…Rendy semakin terpesona dengan gerak lincah Ira. Nama
lengkapnya Nona Irawati. Kamera Rendy lebih banyak dibidikkan ke Ira daripada
ke Karnaval bunga yang ada di hadapannya. Sementara Ira sendiri semakin lincah
bergaya, “Cantik dan rupawan,” gumam Rendy dalam hati. Pantaslah ia menjadi
salah satu pramugari maskapai Garuda Indonesia.
Rendy dan Ira dapat bersama di Jepang ini ternyata
bukanlah suatu kebetulan, khusunya buat Ira. Dalam perjalanannya dari Indonesia
ke Singapura, ketika itu ada sesuatu yang jatuh dari tangan Rendy ke baki
seorang pramugari. Rendy tidak tahu ketika itu, sementara sang pramugari menyangkanya
disengaja. Maka jangan salahkan pramugari yang ternyata bernama Irawati itu
bila ia kini dapat bertemu Rendy di Jepang. Tidak sulit bagi seorang pramugari
apalagi di akhir-akhir tahun yang suka mendapatkan tiket untuk bepergian ke
luar negeri. Ini merupakan suatu keberuntungan bagi Rendy.
Setelah merasa lelah, Ira mengambil kamera yang dipegang
Rendy, kemudian difotonya Rendy oleh Ira. Tidak hanya sampai disitu, Ira pun
meminta bantuan pihak ketiga untuk dapat berfoto dengan Rendy. Jepret! Sungguh
Rendy keberatan, kuatir kalau-kalau sampai ke tangan istrinya. Tapi malang tak
dapat ditolak dengan kecut Rendy berfoto bersama Ira, dalam hati, “Foto itu
kelak harus dimusnahkan.”
“Kita istirahat dulu, yo,” pinta Ira
Tanpa harus bilang,ya. Rendy melangkah ke suatu kedai
minuman. Tak banyak jenis minuman yang ditawarkan, hanya ada soft drink, the pahit dan jus. Ira pesan
the pahit khas jepang, Rendy juga. “Untung mas Rendy memberi kartu nama lengkap
dengan alamat sehingga sasaran saya jelas akan berliburan kemana. Coba jika mas
Rendy tidak memberikan kartu nama pasti liburan saya tidak berkesan,” ujar Ira.
Rendy merasa susah untuk menjawab karena dia sendiri
tidak merasa memberikan kartu nama pada Ira. Rendy jadi teringat ini
kejadiannya sama dengan Miss Rosa, recepsionis hotel yang secara tiba-tiba
memberikan kartu nama kepada Mr. Rojak Abdul Jalil. Namun untuk tidak membuat
malu nona Ira, Rendy hanya menanyakan, “Apa pertimbanganmu sehingga lebih
percaya untuk liburan bersamaku.”
“Feelingku
mengatakan bahwa mas Rendy pasti orangnya baik.”
“Dasarnya?” tanya Rendy ia ingin tahu.
“Aku sudah tahu semua identitas mas Rendy, pekerjaannya,
alamat kantornya, alamat rumahnya, nama istrinya dan juga putra-putrinya yang
bernama Zashika dan Aditya,” tuturnya lagi tanpa merasa berdosa.
“Apakah kamu termasuk CIA?” selidik Rendy merasa tidak
setuju juga dengan diketahui semua alamatnya.
“Apakah Mas Rendy keberatan,” tanya Ira. Rendy merasa
tersindir, perasaannya juga diketahui. Belum sempat dijawab, Ira sudah bertutur
lagi, “supaya kedudukan satu-satu; Nama saya sebenarnya bukan Irawati tetapi
Rita Kartika Sari, status titik-titik. Pekerjaan Pramugari, almat Cempaka putih
barat No.115. orang tua masih ada, ayah pensiunan BIA (Badan Intelijen ABRI),
Ibu dosen. Terlahir sebagai anak bungsu,…..”
“Stop, stop…!” pinta Rendy. Ira pun alias Rita berhenti,
ditatapnya Rendy. Rita tahu diwajah Rendy banyak tanda tanya. Justru ini
membuat Rita suka.
“Aku sungguh tidak mengenal anda,” tutur Rendy mulai
menunjukkan wibawanya, “Dan saya pun tidak percaya nama kamu Rita atau pun Ira.
Sungguh kamu adalah wanita asing bagi saya. Sekalipun kita sama-sama dari
Indonesia. Identitasmu sungguh misteri, tutur Rendy, “Sebaiknya kita akhiri
saja pertemuan kita,” tangan Rendy mengangkat gelas untuk Tos.
Rendy mengangkat gelas, Rita juga. Rendy meneguknya
tetapi Rita tidak. Ia berdiri dan melangkah ke belakng Rendy. Tangannya
menepuk-nepuk pundak Rendy. Rendy hanya diam tetapi lama-lama ada sesuatu yang
terasa sakit di pinggang Rendy, ada benda keras menusuk-nusuk di pinggang.
Rendy berpendapat hanya ada dua kemungkinan kalau tidak belati, pistol mengarah
ke tubuhnya. Rita sendiri sudah tidak bersuara, dia hanya memberi isyarat
dengan bibirnya untuk bangun dan melangkah. Bibir indah Rita kini berubah,
jelek dan menyebalkan. Rendy pun melangkah sesuai kemauan wanita penyandra,
sebuah mobil telah menantinya. Pintu mobil terbuka, Rendy dipaksa untuk masuk
ke dalam mobil, sementara Rita hanya sebatas mengantar, lalu ia berlalu dari
tempat itu menuju keramaian karnaval.
Bertepatan dengan keberangkatan mobil terdengar suara
wanita sambil berlari-lari memangggil -manggil nama Rendy. Mobil telah berlalu
dari tempat itu, sang wanita itu ternyata Ling Ling Yang, nomor seri mobil itu
dicatat oleh Ling Ling Yang untuk dikejar sudah tidak mungkin, Ling Ling Yang
memanggil taksi, bukan untuk mengejar tetapi menuju ke hotel dimana Rendy
menginap. Sesampainya di hotel, kamr Rendy sudah berantakan ; Lemari, tempat
tidur, meja hias, air kamar mandi yang lube, nyaris bak pecah. Ling Ling Yang
dapat menduga perbuatan siapa ini, “Bangsat kau Ko Mung Chang,” pekik Ling Ling
Yang dalam hati.
Dua hari kemudian, 100 km dari kota Tokyo di belakang
sebuah rumah tua dengan halaman yang cukup luas di dapati sosok pria setengah
baya dalam keadaan terikat dengan posisi kaki diatas. Tubuhnya nyaris dalam
keadaan telanjang, tinggal celana dalam yang tengah robek pula dikenakan.
Sementara seseorang bertubuh besar dengan kejamnya memukuli, kemudian disiram
air dan disorot dengan lampu yang sangat menyilaukan.
Sekitar 1 km dari
tempat itu mobil polisi meraung-raung menuju sasaran, beberapa saat kemudian ia
berhenti di suatu tempat. Semua siap dengan senjata dan posisinya
masing-masing. Ling Ling Yang ke luar diantaranya. Ia sudah tidak sabar ingin
melihat apa yang terjadi pada diri Rendy. Tanpa harus menunggu komando dari
pihak polisi, Ling Ling Yang menyusup diantara taman-taman rumah itu. Ia
menyelusup dengan sangat hati-hati, telinganya konsentrasi mengantisipasi keadaan
sekelilingnya. Sampai akhirnya dia mendapati Rendy berada dalam keadaan tidak
berdaya. Ia ingin segera menolong tetapi situasi tidak mengizinkan, karena ia
sadar di sekelilingnya pasti anak buah Ko Mung Chang sedang bersiap-siap untuk
menerkamnya. Dan sebelum itu terjadi justru Ling Ling Yang berencana ingin
membereskan Ko Mung Chang dengan tangannya sendiri. Ia tetap dengan sabar
menyelinap sekalipun hatinya ingin segera menolong Rendy.
Dan pada satu titik tertentu, kaki Ling Ling Yang tepat
mengenai wajah yang sangat dibencinya. Dan secara beruntun Ling Ling Yang
dengan telak menghajar sosok tubuh itu hingga terjatuh. Dan Ling Ling Yang
ingin segera menghabisinya dengan mengeluarkan satu tembakan, dan sosok itu
berlari untuk berlindung di balik tembok. Ling Ling Yang ingin mengejarnya
tetapi keselamatannya tetap harus dijaga, akhirnya ia menggertak, “ Sebaiknya
menyerah saja kau Ko Mung Chang, tidak ada lagi tempat untuk meloloskan
diri…..”
Posisinya dalam keadaan siaga,…cha…at.. satu teriakan
yang disertai pukulan mengenai tubuh Ling Ling Yang. Terjadi duel ilmu
TaeKwonDo dari sepasang yang berseteru ini, Ko Mung Chang ternyata tidak
menganggap ringan lawannya. Ini terbukti dengan menggenggam sebatang besi untuk
melumpuhkan Ling Ling Yang. Sementara pistol di tangan Ling Ling Yang pun sudah
terjatuh sehingga terjadilah pertarungan tangan kosong dengan sebatang besi di
pihak lawan. Namun demikian Ling Ling Yang tidak kalah gesit dalam memberikan
perlawanan. Ling Ling Yang ingin segera melumpuhkan lawan tetapi lawan sendiri
berada dalam posisi lebih menguntungkan dengan sebatang besi di tangan. Arahnya
kesana kemari menyambar setiap sudut tubuhnya. Dan tubuh Ling Ling Yang dengan
gesitnya meliuk-liuk sampai akhirnya pada satu kesempatan Ling Ling Yang berhasil
mendaratkan satu tendangan di dada Ko Mung Chang. Kesempatan ini tidak
disia-siakan, segera saja secara beruntun melayangkan tendangan mautnya, hingga
akhirnya lawan terjatuh dan sebatang besi yang digenggamnya terlepas. Sekarang
keadaan posisi terbalik, Ling Ling Yang yang memegang tongkat besi itu. Dan
Ling Ling Yang sampai pada tingkat amarahnya yang tinggi, tidak ada ampun lagi
bagi Ko Mung Chang pukulan-pukulan dengan sebatang besi itu mendarat di
tubuhnya, hingga akhirnya ia tidak berdaya. Entah tewas entah pingsan Ling Ling
Yang tidak perduli lagi, yang terpikir ia ingin segera menolong Rendy.
Namun sebelum niatnya itu terlaksana, 5 orang tukang
pukul Ko Mung Chang menghadang Ling Ling Yang. Dan Ling Ling Yang tidak gentar
menghadapi kelimanya, semua diserang secara bersamaan. Hingga terjadilah
pertarungan yang sangat tidak seimbang. Namun demikian Ling Ling Yang tetap
mampu memberikan perlawanan yang berarti. Satu demi satu lawannya sempat
mencicipi pukulan maupun tendangan Ling Ling Yang, tetapi apa daya lawan masih
terlalu tangguh untuk dihadapi sendirian. Dan tak ampun lagi Ling Ling Yang pun
terjatuh dengan bibir berdarah dan luka memar di pelipis matanya. Sekalipun
demikian Ling Ling Yang tengah bersiap-siap untuk memberikan perlawanan lagi,
hingga akhirnya terdengar bunyi “DOR..!” suara peringatan dari polisi
menghentikan kelimanya dan ini digunakan Ling Ling Yang untuk menarik nafas
dalam-dalam.
Semua senjata polisi sudah mengarah kepada kelima tukang
pukul Ko Mung Chang, dan dalam waktu singkat kelimanya sudah berhasil dibekuk
oleh polisi, namun Ling Ling Yang sudah tidak melihat lagi sosok Ko Mung Chang
yang tadi telah dilumpuhkannya. Ia rupanya berhasil meloloskan diri sekalipun
dengan luka parah tentunya. Ling Ling Yang segera menuju ke arah dimana Rendy
masih dalam keadaan tergantung. Dalam sekejap sosok yang sudah lemah itu berada
dalam pelukan Ling Ling yang dan tak lama kemudian pertolongan pertama dari
pihak kepolisian Jepang pun sudah datang, Ling Ling Yang tetap mendampinginya.
Sudah tiga hari Rendy di Rumah sakit, ia sekarang nampak
pulihan. Sudah bisa berjalan dan sekali-kali melakukan push up untuk memulihkan
kondisi. Ling Ling Yang masih setia menunggui, ia sangat cemas melihat kondisi
Rendy yang tidak berdaya. Rendy hanya sekali -kali saja terbangun dan masih
sempat memberikan senyum kepada Ling Ling Yang. Namun Ling Ling Yang masih
belum tenang, apalagi dokter belum dapat memberikan keterangan yang pasti. Ia
masih saja gelisah hingga akhirnya tertidur di sofa ruang tunggu.
Ling Ling Yang tidak tahu seseorang sudah masuk ke kamar
Rendy, bahkan ia dengan mesranya mengusap-usap rambut Rendy. Rendy memejamkan
mata merasakan belaian halus dan kasih sayang yang diberikan. Rupanya ia sudah
lama juga bersama Rendy, itu nampak banyaknya makanan yang sudah disantap
mereka berdua. Perawat datang dengan mengucapkan selamat sore, seperti biasa si
perawat akan melakukan penyuntikan terhadap Rendy dan juga mengganti beberapa
perban yang menutupi lukanya. Ketika itulah Ling Ling Yang terbangun, ia terkaget
dan segera menuju kamar Rendy, dilihatnya jam sudah menunjukkan pk. 17.00 waktu
setempat.
Ling Ling Yang seperti orang merasa bersalah mengambil
alih posisi wanita yang ada dihadapan Rendy, hingga wanita itu sedikit
tergeser. Rendy melihat kejadian itu dan ada perasaan tidak senang dari
keduanya, maklum…
Tidak berlangsung lama dari kejadian itu, Rendy akhirnya
memperkenalkan pada Ling Ling Yang bahwa wanita yang ada disampingnya itu
adalah istrinya yang baru tiba dari Indonesia. “Aku sendiri tidak tahu siapa
yang mengabari istriku, bahwa aku kena musibah” ungkap Rendy. Belum sempat ada
yang menjawab pertanyaan itu. Mereka berdua nampak mulai akrab dengan saling
memperkenalkan diri. Rendy senang melihatnya. Dan Rendy bertanya, “Mah, Zashika
dan Aditya tidak diajak?”
“Kalau mama ngajak mereka nanti mama malah sibuk ngurus
mereka, bukan ngurus papa.”
“Jangan kuatir Mrs.Rendy, selama ada saya …..Maksud saya
anak-anak bisa sama saya.” jelas Ling Ling Yang khawatir disalah tangkap.
“Anak-anak saya nakal-nakal lho, Miss…Mrs…?
“Mrs. John,” tegas Ling Ling Yang.
“Nakal-nakal lho Mrs.John, sama seperti papanya.”
Mereka nampak akrab, namun demikian Rendy tetap dapat
menangkap dari keduanya ada jarak yang masih menjadi tanda tanya.
Setengah jam sudah mereka bercakap-cakap hingga akhirnya
Ling Ling Yang meminta izin, “Saya permisi dulu sekarang, berhubung Rendy sudah
ada mamanya,” kata Ling Ling Yang, “Dan jangan lupa nanti main yah ke rumah
saya,” Ling Ling Yang menawari istri Rendy.
“Terimakasih, Mrs.John,” ucap istri Rendy, yang bernama
Yuli.
“Terimakasih Ling Ling Yang,” ucap Rendy.
“Oya, Rendy, bahwa yang mengabari istrimu adalah saya,
“ucap Ling Ling Yang lagi sebelum keluar dari ruangan itu. “O, kalau begitu aku
perlu mengucapkan terima kasih sekali lagi nih. Terima kasih Ling Ling Yang,
Terima kasih Mrs. John,” tutur Rendy dan istrinya.
Keindahan dan keramaian Tokyo tetap jauh untuk
tertandingi dengan kota-kota di Indonesia. Lampung salah satu kota provinsi
masih belum seberapa jika dibandingkan dengan kota Nyota, sebuah kota kecil di
Tokyo dimana masyarakatnya pun mayoritas bertani. Bertani full intensif dan berteknologi tinggi. Namun bukan berarti tidak
ada yang memegang cangkul. Lampung tempat Rendy berkarya masih sedang membangun
diri, tidak ada keistimewaan yang berarti sekalipun ada produk-produk unggulan
di kota ini, yang utama kopi, lada dan udang. Sektor yang Rendy geluti adalah
sektor udang.
Dari sinilah Rendy bergelut, mengabdikan diri hingga
mendapatkan kepercayaan sebagai manajer produksi, bahkan seringkali pula diberi
wewenang untuk bertindak atas nama direktur. Salah satu tugas yang sedang dia
jalankan ke Jepang adalah dalam rangka itu. Situasi pertambakan kini sudah
berubah dari suatu masyarakat yang ramah, penurut dan harmonis berganti menjadi
masyarakat yang agresif dan nyaris tidak terkontrol. Situasi reformasi di
Indonesia secara umum membawa pengaruh yang kuat terhadap masyarakat
pertambakan.
Sekalipun demikian bukan berarti kawasan pertambakan yang
pernah berjaya ini tidak akan mengulangi kejayaannya. Segala konsep dan
perbaikan manajemen tengah didandani. Hanya investor-investor pemberanilah yang
bersedia menanamkan modalnya di tempat itu. Mau tidak mau jika ingin kembali
berjaya harus berani menanamkan modal baru. Tugas Rendy ke manca negara juga
dalam rangka mencari mesin pendukung agar dapat lancarnya produksi. Kawasan
pertambakan Lampung memang bukan kawasan pertambakan biasa. Semua integrited dalam satu wadah dengan skala
100% ekspor. Harapan manajemen, pemerintah daerah bahkan sampai pemerintah
pusat, Jakarta sangat peduli akan pemulihan kembali kawasan pertambakan modern
yang ada di Lampung itu.
Satu minggu Rendy berbaring di Rumah Sakit dengan
ditemani istri. Cerita tugas dan liburan menjadi bertambah satu dengan
petualangan, nyaris merenggut nyawa. Dalam hati Rendy terpikir, mungkin saya
harus melupakan 100% segala kenangan dengan Ling Ling Yang. Tidak akan ada
memori keempatnya. Semua harus terkubur sampai di sini. Biarlah Ling Ling Yang
hidup di dunianya. Dan saya harus hidup secara nyata di dunia saya. Istri,
keluarga dan pekerjaan saya ada di Indonesia. Saya harus kembali ke habitatnya,
sekalipun sejuta kenangan telah mengisi hari-hari saya. Warga pertambakan di
Lampung, Indonesia membutuhkan pemulihan, era reformasi tengah bergulir,
“Selamat tinggal dunia impian, selamat tinggal gadis impian. Saya akan segera
kembali ke dunia saya, ke profesi saya.”
Kutatap dari kaca jendela langit begitu cerah mengiringi
perjalanan. Dengan rasa rindu dan kasih sayang yang dalam kupeluk erat-erat
istriku, “Kita akan segera mendarat sayang”.
TAMAT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar