Oleh : Yusnadi
“Kerja adalah amanah,” demikian nasehat orang bijak
kepada kita.Betapa indah dan penuh pesan, namun terkadang hal ini sekedar
slogan yang sulit kita temukan manifestasinya dalam dunia kerja sehari-hari.
Umumnya kita bekerja diukur berdasarkan
imbalan materi yang diterima, sehingga ketika materi yang kita terima tidak
lagi menggembirakan pupuslah semangat dan motivasi kita dalam bekerja. Apalagi
di masa sulit seperti sekarang ini, dimana pendapatan yang kita peroleh dari
bekerja tidak lagi bisa mengimbangi inflasi dan perubahan biaya hidup yang
terus meningkat.
Padahal kerja dengan penuh semangat, antusias dan
penuh kegembiraan adalah lebih enak dan lebih bermanfaat bagi kita ketimbang
kerja dengan pesimis, penuh rasa enggan, marah dan terpaksa. Seorang penyair
dari Libanon Khalil Gibran menulis pesan bahwa:
Kerja adalah cinta yang nyata, kasih yang
tampak
Dan jika engkau tidak dapat bekerja dengan cinta
namun
dengan rasa enggan
Lebih
baik bagimu tidak bekerja dan duduk di pinggir jalan
sambil mengemis dari orang-orang yang bekerja
dengan suka cita.
...
jika engkau membuat roti dengan masa bodoh
sesungguhnya
rotimu itu basi dan tidak mengeyangkan perut
Jika
engkau memeras anggur dengan bersungut-sungut
Maka
sungut-sungutmu itu menjadi tetesan racun dalam anggur
Dan
jika engkau menyanyi meskipun semerdu bidadari
tetapi
jika engkau menyanyi tanpa cinta maka nyanyianmu itu hanya membuat
bising
di telinga.
Merenungkan kembali
nasehat orang bijak bahwa, “Kerja adalah amanah” mungkin merupakan salah satu obat
untuk mewujudkan kembali kinerja terbaik dari kita. Ketika kita mencoba
menghayati bahwa kerja adalah amanah merupakan “titipan berharga” yang
dipercayakan kepada kita---pemilik modal menitipkan investasinya kepada kita,
manajemen mempercayakan pengelolahan usahanya kepada kita,, pelanggan
mempercayakan kelangsungan pasokan produk/jasa dari kita, keluarga
mempercayakan kepada kita untuk mencari nafkah yang halal, bahkan Tuhan
mempercayakan kepada kita sebagai manusia untuk mengelola dan memakmurkan bumi
sehingga menjadi rahmatan lil alamin
(Rahmat bagi semesta alam). Terhadap semua amanah tersebut, hal yang paling
pantas untuk kita perbuat adalah bertanggung jawab sepenuhnya terhadap amanah
tersebut.
Ketika kita mampu bekerja
dengan penghayatan sebagai pengemban amanah, maka kita akan memiliki energi
yang cukup besar untuk mampu menampilkan
kinerja kita yang berkualitas---yang akan menjadi penjamin kesuksesan diri,
meskipun mungkin untuk saat ini secara materi yang kita dapatkan tidak lebih
baik dari orang lain. Minimal dalam diri kita akan muncul karakter “terpercaya”
dan “bertanggung jawab” yang merupakan modal utama meraih sukses. Yang paling
penting adalah ketika kita menghayati kerja sebagai amanah kita akan mampu
bekerja dengan penuh antusias, tuntas dan penuh integritas. Kalau semua itu
belum kita dapatkan, paling tidak tetesan keringat dan kelelahan kita dalam
bekerja dinilai sebagai amal sholeh oleh Tuhan Yang Maha Esa. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar