Senin, 12 Desember 2011

Artikel: Bekerja itu Ibadah

Oleh : Samsun M.Nur


 Bekerja itu merupakan ibadah, apabila jenis pekerjaan maupun sistem pekerjaannya tidak bertentangan dengan syari’at. Pada dasarnya bekerja itu merupakan sunnatullah yang harus dilakukan dalam rangka mencari rezeki, untuk memenuhi  kebutuhan  sandang, pangan dan papan.

 Sesungguhnya  semua makhluk hidup yang berada di muka bumi ini telah dijamin rezekinya oleh Allah SWT, baik manusia maupun binatang. Seperti yang tertulis dalam Al Quran “Wama min daabbattin fil ardli illa allahi qizquha” artinya: tiada yang melata di muka bumi ini kecuali Allah yang memberikan rezeki.

Para pembaca yang tercinta. Sekalipun semua makhluk hidup di bumi ini dijamin rezeki oleh Allah SWT, namun bukan berarti diam diri dan berpangku tangan tiba-tiba datang katering (ma’idah) dari langit. Semua tetap harus diupayakan agar bisa mendapatkannya, sesuai dengan kelompok dan golongan masing-masing baik oleh manusia maupun binatang.

Golongan binatang dari kelompok terkecil hingga yang terbesar. Untuk hewan  bahkan ada yang bekerja siang malam tak kenal lelah contohnya semut. Nyamuk dalam   mencari rezekinya sampai rela mati. Sementara yang lainnya bahkan ada yang terpaksa jadi  kanibal saling bunuh demi mendapatkan rezekinya masing-masing.

Pembaca yang tercinta. Bagi kelompok/golongan manusia berupaya mencari rezeki demi memenuhi hajat hidupnya itu disebut bekerja. Bekerja untuk memenuhi hajat hidup itu bernilai ibadah manakala:

1.     Di Dasari Iman.
Artinya orang yang bekerja itu beriman kepada Arkanul iman, yakni iman kepada Allah, Malaikat, kitab-kitab Allah, para Rasul, hari Qiamat dan iman kepada takdir Allah.

2.     Jenis Pekerjaan Halal.
a.     Seperti berdagang, termaktub dalam Al Quran: “Wa ahallallahu waharrama rriba” artinya dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (QS.II. Albaqarah ; 275).
berdagang/jual beli itu halal dan berpahala apabila yang diperjualbelikan itu sesuatu yang halal dan memenuhi syarat jual beli, yaitu:

*  Ada penjual dan pembeli dengan kehendak sendiri tanpa ada unsur
    paksaan, sama-sama berakal sehat, tidak boros dan sama-sama sudah
    dewasa.

*  Uang dan barang yang dibeli sama-sama suci/halal bukan yang haram.
    Dari Jabir Bin Aboillah berkata: Rasul melarang menjual arak (miras)
   dan bangkai begitu juga babi dan berhala. (Muttafaq Allaih). Yang
   diperjualbelikan ada manfaatnya, ada wujudnya, milik sendiri dan sama-
   sama di ketahui oleh si penjual dan pembeli secara jelas tanpa ada
   unsur penipuan dari keduanya.

* Transaksinya jelas, sesuai dengan harga pasaran tidak ada yang
   dirugikan.

b.     Usaha pertanian. Usaha pertanian pun dapat pahala dan nilai ibadah manakala yang ditanam bermanfaat dan mendatangkan madorot bagi manusia, bibitnya didapat dengan cara halal bukan dari hasil curian/penipuan, tanah yang dijadikan lahan benar-benar sah statusnya tidak merugikan orang lain.
c.     Bekerja sebagai peternak/budidaya ikan. Ternak yang dipelihara halal seperti sapi, kerbau, kambing, onta dan sebagainya. Jika berternak yang haram sekalipum tidak di konsumsi sendri hewannya hanya diambil uangnya maka uangnya menjadi haram karena bersumber dari yang haram.
d.     Bekerja sebagai nelayan. Laut yang terbentang luas semua tercipta dan tersedia bagi manusia dengan catatan jangan merusak ekosistem yang ada dan tidak merugikan orang lain baik langsung maupun tidak langsung.
e.     Bekerja sebagai kaum buruh/menjual jasa. Bukan untuk maksiat. Jika buruh/penjual jasa pada yang haram maka upahnya pun jadi haram. Contohnya ditempat prostitusi, perjudian dan sebagainya. sekalipun tidak melakukan sendiri makan germo/siapanpun yang memfasilitasi maksiat itu akan dapat dosa yang sama tak berkurang sedikitpun. ”Barang siapa membantu maksiat, maka ia akan mendapat dosa seperti yang melakukannya tak berkurang sedikitpun.” (Al Hadits).

3.     Sistem kerja yang baik dan penuh tanggungjawab sebagai sunatullah yang harus dilakukan dengan penuh keikhlasan.

4.     Diiringi dengan doa. Harus seimbang antara usaha, doa dan tawakal. Di zaman Khaifah Umar Ibnul Khotob, pernah terjadi ada yg berdo’a terus menerus sampai menangis lantas ditegur oleh Umar, ”Ya Fulan Atadri annassama la thumthiru dzahaban wala fidlotan” wahai saudara, tahukah Anda bahwa langit tak akan hujan emas atau perak, jadi Anda harus bekerja keras.

5.     Tawakal. Yaitu menyerahkan semuanya kepada Allah akan hasil dari upayanya semua yang menentukan hasil usaha adalah Allah dan yang mencukupi semuanya adalah Allah. Firman Allah: ”Wamayyatawakkal Allahi fahuwa hasbuh,” artinya; Dan barang siapa yang berserah diri pada Allah, maka ia akan mencukupinya (Surat Alhollaq Ayat 3).

6.  Qona’ah, yaitu menerima semua hasil usaha itu dengan penuh ridho
      berapapun yang diberikannya dengan penuh keikhlasan.

7.  Mensyukuri hasil kerjanya, rezeki yang didapat digunakan sebagai bekal ibadah
      sesuai sabda  Nabi: ”Addunya mazro’atul akhiroh” di dunia ini adalah bekal untuk akhirat.
    (Al Haditz). Jangan sampai rezeki yang diterima digunakan untuk maksiat.

Pembaca yang tercinta. Untuk itu kita harus bertebal iman agar tidak mudah tergoyah oleh perkembangan zaman. Bekerja dengan penuh ketulusan dan tanggungjawab apapun profesinya asal tidak bertentangan dengan syariat agama Islam. Semoga Allah meridhoi semua langkah positif kita. Amin...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar