“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram”. (At-Taubah: 36).
Semua ahli tafsir sepakat bahwa empat bulan yang
tersebut dalam ayat di atas adalah Zulqa’dah, Zul-Hijjah, Muharam dan Rajab.
Ketika haji wada’ Rasulallah bersabda:
Dari Abi Bakrah RA bahwa Nabi SAW bersabda: “Setahun
ada dua belas bulan, empat darinya adalah bulan suci. Tiga darinya
berturut-turut; Zulqa’dah, Zul-Hijjah, Muharam dan Rajab”. (HR. Imam
Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Ahmad).
Dalam hadist di atas Nabi SAW hanya menyebut nama
empat bulan, dan ini bukan berarti selain dari nama bulan yang disebut di atas
tidak suci, karena bulan Ramadhan tidak disebutkan dalam hadist diatas. Dan
kita semua tahu bahwa bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan kesucian,
ada Lailatul Qadar, juga dinamakan dengan bulan rahmat, maghfirah dan
pembebasan dari api neraka.
Ibnu Rajab al-Hambali ( 736 – 795 H ) mengatakan,
Muharam disebut dengan syahrullah (bulan Allah) karena memiliki dua hikmah. Pertama,
untuk menunjukkan keutamaan dan kemuliaan bulan Muharam. Kedua,
untuk menunjukkan otoritas Allah SWT dalam mensucikankan bulan Muharam.
Bulan Muharram mempunyai karakteristik
tersendiri, dan diantara
karakteristik bulan Muharram adalah:
karakteristik bulan Muharram adalah:
Karakteristik Pertama: Semangat
Hijrah
Setiap memasuki tahun baru Islam, kita hendaknya memiliki semangat baru untuk merancang dan melaksanakan hidup ini secara lebih baik. Kita seharusnya merenung kembali hikmah yang terkandung di balik peristiwa hijrah yang dijadikan momentum awal perhitungan Tahun Hijriyah.
Setiap memasuki tahun baru Islam, kita hendaknya memiliki semangat baru untuk merancang dan melaksanakan hidup ini secara lebih baik. Kita seharusnya merenung kembali hikmah yang terkandung di balik peristiwa hijrah yang dijadikan momentum awal perhitungan Tahun Hijriyah.
Tahun hijriyah mulai diberlakukan pada masa
Khalifah Umar bin Khattab. Sistem penanggalan Islam itu tidak mengambil nama
‘Tahun Muhammad’ atau ‘Tahun Umar’. Artinya, tidak mengandung unsur pemujaan
seseorang atau penonjolan personifikasi, tidak seperti sistem penanggalan Tahun
Masehi yang diambil dari gelar Nabi Isa, Al-Masih (Arab) atau Messiah (Ibrani).
Tidak juga seperti sistem penanggalan Bangsa
Jepang, Tahun Samura, yang
mengandung unsur pemujaan terhadap Amaterasu O Mi Kami (dewa matahari) yang diproklamasikan berlakunya untuk mengabadikan kaisar pertama yang dianggap keturunan Dewa Matahari, yakni Jimmu Tenno (naik tahta tanggal 11 pebruari 660 M yang dijadikan awal perhitungan Tahun Samura) Atau penangalan Tahun Saka bagi suku Jawa yang berasal dari Raja Aji Saka.
mengandung unsur pemujaan terhadap Amaterasu O Mi Kami (dewa matahari) yang diproklamasikan berlakunya untuk mengabadikan kaisar pertama yang dianggap keturunan Dewa Matahari, yakni Jimmu Tenno (naik tahta tanggal 11 pebruari 660 M yang dijadikan awal perhitungan Tahun Samura) Atau penangalan Tahun Saka bagi suku Jawa yang berasal dari Raja Aji Saka.
Penetapan nama Tahun Hijriyah (al-Sanah
al-Hijriyah) merupakan kebijaksanaan Khalifah Umar. Seandainya ia berambisi
untuk mengabadikan namanya dengan menamakan penanggalan itu dengan Tahun Umar
sangatlah mudah baginya melakukan itu. Umar tidak mementingkan keharuman namanya
ataumembanggakan dirinya sebagai pencetus ide sistem penanggalaan Islam itu.
Ia malah menjadikan penanggalan itu sebagai zaman
baru pengembangan Islam, karena penanggalan itu mengandung makna spiritual dan
nilai historis yang amat tinggi harganya bagi agama dan umat Islam.
Selain Umar, orang yang berjasa dalam penanggalan
Tahun Hijriyah adalah Ali bin Abi Thalib. Beliaulah yang mencetuskan pemikiran
agar penanggalan Islam dimulai penghitungannya dari peristiwa hijrah, saat umat
Islam meninggalkan Makkah menuju Yatsrib (Madinah).
Dalam sejarah hijrah nabi dari Makkah ke madinah
terlihat jalinan ukhuwah kaum Ansor dan Muhajirin yang melahirkan integrasi
umat Islam yang angat kokoh. Kaum Muhajirin-Anshar membuktikan, ukhuwah
Islamiyah bisa membawa umat Islam jaya dan disegani.
Bisa dimengerti, jika umat Islam dewasa ini tidak
disegani musuh-musuhnya, menjadi umat yang tertindas, serta menjadi bahan
permainan umat lain, antara lain akibat jalinan ukhuwah Islamiyah yang tidak
seerat kaum Mujahirin-Anshar.
Dari situlah mengapa konsep dan hikmah hijrah
perlu dikaji ulang dan diamalkan oleh umat Islam. Setiap pergantian waktu, hari
demi hari hingga tahun demi tahun, biasanya memunculkan harapan baru akan
keadaan yang
lebih baik.
lebih baik.
Islam mengajarkan, hari-hari yang kita lalui
hendaknya selalu lebih baik dari hari-hari sebelumnya. Dengan kata lain, setiap
Muslim dituntut untuk menjadi lebih baik dari hari ke hari.
Hadis Rasulullah yang sangat populer menyatakan,
‘‘Barangsiapa yang hari
ini lebih baik dari kemarin, adalah orang yang beruntung”. Bila hari ini sama dengan kemarin, berarti orang merugi, dan jika hari ini lebih jelek dari kemarin, adalah orang celaka.”
ini lebih baik dari kemarin, adalah orang yang beruntung”. Bila hari ini sama dengan kemarin, berarti orang merugi, dan jika hari ini lebih jelek dari kemarin, adalah orang celaka.”
Oleh karena itu, sesuai dengan firman Allah:
”Hendaklah setiap diri memperhatikan
(melakukan introspeksi) tentang apa-apa yang telah diperbuatnya untuk
menghadapi hari esok (alam akhirat) dan bertakwalah, sesungguhnya Allah maha
tahu dengan apa yang kamu perbuatkan”. (QS. Al-Hasyar: 18).
Karakteristik Kedua: Di
sunnahkan berpuasa
Pada zaman Rasulullah, orang Yahudi juga mengerjakan puasa pada hari
‘asyuura. Mereka mewarisi hal itu dari Nabi Musa AS.
Pada zaman Rasulullah, orang Yahudi juga mengerjakan puasa pada hari
‘asyuura. Mereka mewarisi hal itu dari Nabi Musa AS.
Dari Ibnu Abbas RA, ketika Rasulullah SAW tiba di
Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa. Rasulullah SAW bertanya,
“Hari apa ini? Mengapa kalian berpuasa?” Mereka menjawab, “Ini hari yang agung,
hari ketika Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya serta menenggelamkan Fir’aun.
Maka Musa berpuasa sebagai tanda syukur, maka kami pun berpuasa. “Rasulullah
SAW bersabda, “Kami orang Islam lebih berhak dan lebih utama untuk menghormati
Nabi Musa daripada kalian.” (HR. Abu Daud).
Puasa Muharram merupakan puasa yang paling utama
setelah puasa ramadhan.
Rasululllah SAW bersabda:
Rasululllah SAW bersabda:
Dari Abu Hurairah RA, Rasululllah SAW bersabda: “Sebaik-baik
puasa setelah puasa ramadhan adalah puasa dibulan muharram, dan sebaik-baik
shalat setelah shalat fardhu adalah shalat malam”. (HR. Muslim, Abu Daud, Tarmizi, dan Nasa’ ).
shalat setelah shalat fardhu adalah shalat malam”. (HR. Muslim, Abu Daud, Tarmizi, dan Nasa’ ).
Puasa pada bulan Muharam yang sangat dianjurkan
adalah pada hari yang
kesepuluh, yaitu yang lebih dikenal dengan istilah ‘asyuura.
kesepuluh, yaitu yang lebih dikenal dengan istilah ‘asyuura.
Aisyah RA pernah ditanya tentang puasa ‘asyuura,
ia menjawab, “Aku tidak
pernah melihat Rasulullah SAW puasa pada suatu hari yang beliau betul-betul mengharapkan fadilah pada hari itu atas hari-hari lainnya, kecuali puasa pada hari kesepuluh Muharam.” (HR Muslim).
pernah melihat Rasulullah SAW puasa pada suatu hari yang beliau betul-betul mengharapkan fadilah pada hari itu atas hari-hari lainnya, kecuali puasa pada hari kesepuluh Muharam.” (HR Muslim).
Dalam hadits lain Nabi juga menjelaskan bahwa
puasa pada hari ‘asyura (10 Muharram) bisa menghapuskan dosa-dosa setahun yang
telah lewat.ו
Dari Abu Qatadah RA, Rasululllah SAW ditanya
tentang puasa hari ‘asyura, beliau bersabda: ”Saya berharap ia bisa
menghapuskan dosa-dosa satu tahun yang telah lewat” (HR. Muslim).
Disamping itu disunnahkan untuk berpuasa sehari
sebelum ‘Asyura yaitu puasa Tasu’a pada tanggal 9 Muharram,
sebagaimana sabda Nabi SAW yang termasuk dalam golongan sunnah hammiyah (sunnah
yang berupa keinginan/cita2 Nabi tetapi beliau sendiri belum sempat
melakukannya):
Ibnu Abbas RA menyebutkan, Rasulullah SAW
melakukan puasa ‘asyuura dan
beliau memerintahkan para sahabat untuk berpuasa. Para sahabat berkata, “Ini adalah hari yang dimuliakan orang Yahudi dan Nasrani. Maka Rasulullah
saw. bersabda, “Tahun depan insya Allah kita juga akan berpuasa pada tanggal sembilan Muharam.” Namun, pada tahun berikutnya Rasulullah telah wafat. (HR Muslim, Abu Daud).
beliau memerintahkan para sahabat untuk berpuasa. Para sahabat berkata, “Ini adalah hari yang dimuliakan orang Yahudi dan Nasrani. Maka Rasulullah
saw. bersabda, “Tahun depan insya Allah kita juga akan berpuasa pada tanggal sembilan Muharam.” Namun, pada tahun berikutnya Rasulullah telah wafat. (HR Muslim, Abu Daud).
Berdasar pada hadis ini, disunahkan bagi umat
Islam untuk juga berpuasa pada tanggal sembilan Muharam. Sebagian ulama
mengatakan, sebaiknya puasa selama tiga hari: 9, 10, 11 Muharam.
Ibnu Abbas r.a. berkata, Rasulullah saw.
bersabda, “Puasalah pada hari ‘asyuura dan berbedalah dengan orang Yahudi.
Puasalah sehari sebelum
‘asyuura dan sehari sesudahnya.” (HR Ahmad).
‘asyuura dan sehari sesudahnya.” (HR Ahmad).
Ibnu Sirrin berkata: melaksanakan hal ini dengan
alasan kehati-hatian. Karena, boleh jadi manusia salah dalam menetapkan
masuknya satu Muharam.
Boleh jadi yang kita kira tanggal sembilan, namun
sebenarnya sudah tanggal
sepuluh. (Majmuu’ Syarhul Muhadzdzab VI/406) .
Mudah-mudahan dengan masuknya awal tahun baru
hijriyah ini, kita bisamerancang hidup kita kedepan agar lebih baik dan
bermanfaat bagi umatsepuluh. (Majmuu’ Syarhul Muhadzdzab VI/406) .
manusia, yakni mengubah perilaku buruk menjadi baik, melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, Amin. (PV)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar