Minggu, 18 Desember 2011

Artikel: Aku Beli Waktu Papa


 Human Resource Development megazine by I Wayan Budhiana Putra

Fredy, Kepala Cabang di sebuah perusahaan swasta terkemuka di Jakarta, tiba di rumahnya pukul 9 malam. Jakarta hari ini benar-benar menunjukan jati dirinya sebagai sebuah ibukota, kejam, grutu Fredy dalam hati. Betapa tidak, sudah cape di   kantor dibuat pusing lagi oleh kemacetan Jakarta yang kian hari kian parah saja rasanya. Belum lagi di musim hujan ini, banjir sepertinya merata melanda seluruh Jakarta.
Betapun demikian, semua kepenatan itu akan hilang dengan sendirinya manakala sudah sampai di rumah disambut oleh anak si mata wayang, Nadiya. Tidak seperti biasanya, Nadiya anak satu-satunya  yang baru duduk di bangku kelas dua SD  membukakan pintu ayahnya. Ia nampaknya menunggu sudah  cukup lama.
Kok, belum tidur, sayang?” Sapa Fredy sambil mencium anaknya. Biasanya, Nadiya memang sudah terlelap ketika papanya pulang, dan baru terjaga ketika ia akan berangkat ke kantor pagi hari. Namun kali ini tidak. Usai membukakan pintu, lantas ia membawakan tas papanya dan ia simpan di atas meja. Sambil duduk manis Nadiya berkata, “Nadiya hari ini sengaja nunggu papa pulang.  Sebab ada yang ingin Nadiya tanyakan pada papa?”
“Apa sayang, kok serius benar sepertinya?” tanya papanya sambil mencium pipi anaknya.
“Tapi papa jangan marah, yah!” pintanya. Belum sempat papanya memberi jawaban, Nadiya langsung bertanya pada papanya, “Papa  gajinya berapa sih, pah?”  tanyanya.
Lho, tumben , kok nanya gaji papa? Mau minta tambahan uang jajan, ya?”
“Ah, enggak, pengen tau aja,” jawab Nadiya singkat.
“Oke, kamu boleh hitung sendiri. Setiap hari papa bekerja sekitar 10 jam, yaitu dari jam 8 pagi sampai jam 6 sore. Misalkan papa dibayar Rp. 400.000 per hari. Dan setiap bulan rata-rata dihitung 25 hari kerja. Berapa  gaji papa dalam sebulan, hayo?”
Nadiya yang sudah terbiasa dengan perhitungan cepat ala simpoa, dengan mudah menjawabnya. “Kalau papa satu hari dibayar Rp. 400.000 untuk 10 jam, berarti satu jam ayah digaji 40.000, dong,” katanya.
“Wah, pinter kamu,” puji papanya, “nah berhubung  sekarang sudah larut malam, cuci kaki lantas bobok,”  pinta papanya. Tetapi Nadiya tidak beranjak. Sambil menyaksikan papanya berganti pakaian, Nadiya kembali bertanya, “Papa, Nadiya boleh pinjam uang Rp. 5.000, nggak?”
“Pinjam. Pinjam, apa minta,” tanya papanya sedikit heran.
“Pinjam, papa …!” ulang Nadiya dengan manja.
“Pinjam, untuk apa? Sudah, nggak usah macam-macam,  malam-malam begini  pinjam uang. Papa capek, papa mau mandi  terus tidur. Dan kamu juga  harus segera tidur. Untuk malam ini kamu boleh tidur sama papa di sini,” ajak papanya.
“Tapi, paa ….” Kesabaran Fredy habis.
“Papa bilang tidur!” hardiknya mengejutkan Nadiya. Anak kecil yang amat disayanginyapun berbalik menuju kamarnya.
“Nadiya sayang, papa bilang malam ini kamu boleh tidur sama papa di sini”. Nadiya pun tanpa banyak bertanya lagi bergegas naik ke tempat tidur papanya.
Usai mandi, ada rasa sesal di hati Fredy atas ucapannya pada Nadiya. Ia pun mencium kening Nadiya di tempat tidurnya. Anak kesayangannya ternyata belum tidur. Nadiya didapatinya sedang terisak-isak menangis sambil memegang uang sejumlah Rp. 15.000 di tangannya. Sambil berbaring dan mengelus-ngelus kepala bocah itu, Fredy berkata, “Maafkan papa, Nadiya. Papa amat sayang sama Nadiya”. Sementara tangan Nadiya mengusap air mata yang membasahi pipinya.
“Nadiya sayang, untuk apa sih, minta uang malam-malam begini? Kalau mau beli mainan, besok kan bisa. Jangankan Rp. 5.000, lebih dari itupun pasti papa beri,“  ujar Fredy.
“Tapi Nadiya  nggak minta uang. Nadiya hanya pinjam. Nanti akan Nadiya kembalikan dari uang jajan yang Nadiya tabung selama satu minggu,” jawab Nadiya dengan harunya.
“Nadiya telah menunggu papa dari siang. Nadiya  mau ajak papa main ular tangga. Tiga puluh meniiit, … aja,” pintanya, “Ibu sering bilang kalau waktu papa itu berharga. Jadi, Nadiya mau beli waktu papa. Nadiya sekarang punya uang Rp. 15.000, tapi  papa bilang satu jam papa dibayar Rp. 40.000, maka setengah jamnya harus dibayar Rp. 20.000. Uang Nadiya sekarang  kurang Rp. 5.000. Makanya Nadiya mau pinjam dari papa,” kata Nadiya polos. Fredy terdiam. Ia kehilangan kata-kata. Dipeluknya bocah kecil itu erat-erat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar