Selasa, 13 Desember 2011

Cerpen: Surat Istri Muda


Oleh: Yusnadi

Dear Mbak  Jenap,
Perlu mbak ketahui bahwa dalam keheningan malam ini di waktu dan suasana yang beda, surat dari mbak telah saya arsip dengan baik. Sedangkan isinya tersimpan dalam ingatan kepala saya. Saya sebetulnya ingin menjawab surat mbak dari seminggu yang lalu, tapi tertahan karena saya tak ingin menyampaikan sesuatu yang dapat menyinggung perasaan mbak. Saya ingin menyampaikan sesuatu yang baik dalam suasana yang baik pula.

Mbak Jenap yang saya kagumi,
Mungkin benar bahwa suami yang sudah berani beristri dua ada kemungkinan dia akan memiliki istri ketiga dan keempat. Tetapi saya rasa tidak untuk Mas Muji kita. Karena 5 tahun yang lalu, sebelum kami menikah saya pernah menanyakan hal yang sama kepada Mas Muji. Jawabannya hanyalah kita berdua wanita yang amat dicintainya. Mungkin ini kata-kata klise dari seorang pria, tapi saya sangat yakin akan ucapan Mas Muji. Dan sampai hari ini bukankah Mas Muji selalu terbuka dalam segala hal kepada kita. Termasuk keadaan dan kondisi anak-anak mbak yang sudah memasuki masa remaja semua. Mas Muji selalu menceritakan anak-anaknya kepada saya. Hal yang sama pun mungkin Mas Muji ceritakan tentang kondisi saya dan anak saya di sini kepada mbak.
Anak saya sekarang sudah masuk sekolah TK. Alhamdulillah ia sangat suka bersekolah. Ia sudah pandai membaca Iqro, karena setiap bada magrib saya dan Mas Muji selalu mengajaknya untuk belajar. Saya yakin hal sama pun pernah Mas Muji terapkan untuk anak-anak mbak. Dan menurut cerita Mas Muji, anak-anak mbak  ketiganya cukup memegang prestasi di sekolahnya. Kita harus bersyukur mbak, karena kita telah menjadi istri-istri yang baik di mata suami. Begitu juga dengan Mas Muji kita, ia telah menunjukkan sebagai suami sejati, lahir dan bathin, bukankah begitu menurut mbak? Saya setuju. Karena Mas Muji  mampu memberikan segalanya.

Mbak Jenap yang penyabar,
Yang saya tahu, sampai saat ini Mas Muji tetap sebagai suami idaman kita. Benar kita harus mampu memberikan service terbaik untuknya. Sebaik dia memberikan kebutuhan lahir dan bathin untuk kita. Kalaupun toh dalam sepuluh tahun ke depan Mas Muji sudah berkurang dalam memberikan nafkah bathin, saya sebagai istri kedua yang jauh lebih muda tak jadi masalah. Maaf lho mbak saya terlalu jauh berpikir ke depan, tetapi itulah saya dengan segala kekurangannya.
Kalau mbak mungkin hanya sewaktu-waktu merasakan gatal, apalagi saya yang lebih muda ini tentu akan lebih sering merasakan gatal jika Mas Muji sedang tidak berada di sisi saya. Dan hal yang sama pun sering saya bayangkan, manakala Mas Muji sedang berada di sisi mbak. Kita sama-sama wanita pasti merasakan hal yang sama tentang ini dan itu. Pengorbanan kita adalah, perlu berbagi rasa. Dan apa yang sudah kita korbankan rasanya selalu terbalas manakala Mas Muji sudah berada di sisi kita, bukankah begitu mbak Jenap?
Poligami adalah hak laki-laki. Tuhan Yang Maha Kuasa sudah menggariskan itu. Sekalipun tidak semua wanita sudi untuk di madu. Tapi biarlah Tuhan yang akan menilainya, kita sebagai umat yang menyakini kebenaran itu semoga akan selalu mendapat hidayah dari-Nya.
Mengenai saran mbak Insya Allah akan saya jalankan dengan sepenuh hati, bukankah Mas Muji kita merupakan suami terbaik untuk kita. Saya kagum dengan kesabaran dan pengertian yang sangat mendalam dari mbak. Mbak sampai hari ini dan untuk selamanya tetap merupakan wanita yang tangguh, teguh dan tegar. Sekalipun kita sama-sama tahu bahwa mencintai seseorang jangan berlebihan hingga melebihi cinta kita kepada Sang Pencipta.
Menurut pendapat saya, mbak tetap cantik ko, masih sekel, seksi dan montok. Bukankah wanita seperti itu yang diidamkan oleh para pria. Mbak pokoknya sudah memenuhi syarat sebagai istri idaman suami. Betul lho mbak, saya bukan mengada-ngada. Ditambah lagi dengan sikap mbak yang ramah, supel dan selalu memberi kesan sumringah. Itulah yang saya rasa  membuat Mas Muji engga ku ku ..., sama mbak.
Mas Muji memang suami idaman bagi kita, istrinya. Tetapi  saya dan mbak pun tentu berharap bahwa kita juga adalah istri-istri idaman baginya, bukankah begitu mbak?
Malam ini, ketika saya sedang menulis surat ini, Mas Muji sedang tidak berada di sisi saya dan itu berarti sebaliknya. Bagi saya jangankan ketika Mas Muji tidak ada di rumah, ketika Mas Muji sedang berada di sisi saya pun, saya rasanya bagaimana gitu, mbak. Seringkali kali saya memandangnya dari depan, dari samping bahkan dari belakang, saya sering tersenyum berbunga. Berbunga dengan rasa bangga, suami kita sungguh merupakan idaman bagi kaum wanita. Saya pun seringkali tidak kuku, ingin segera bertarung dengannya dan berakhir dalam kelelahan yang mengasyikan. Maaf mbak, ini cerita konyol  tapi rasanya romantis juga bila dituliskan oleh kita dengan perasaan yang mendalam.
Tulisan-tulisan kita sendiri pun rasanya cukup menggelorakan untuk segera mengharapkan kehadiran sang arjuna dipelukkan kita. Saya setuju dengan pendapat mbak bahwa ini pun merupakan seni dan variasi. Setiap kali ia kembali dari rumah mbak, saya memandang Mas Muji justru nampak lebih segar, tidak ada rasa lelah. Dan rasanya ia selalu siap untuk kembali bertempur dengan saya. Saya sih berharap hal yang sama juga dapat dirasakan oleh mbak. Ketika ia kembali dari rumah saya, mudah-mudahan suami tercinta kita ini  tetap dapat  menunjukan keperkasaannya. Padahal di tempat saya sudah saya peras habis lho mbak, habis gemas!
Udah dulu yang mbak, semoga surat saya ini dapat mbak sambung lagi dengan cerita-cerita yang menggelitik dan yang dapat membangun romantisme kita. Setuju mbak? Oce deh mbak, salam dari adik, Yuyun, istri muda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar